Sejarah Perkembangan Islam di Kota Wamena Papua
Sejarah Perkembangan Islam di Wamena. Berikut ini adalah
sejarah perkembangan islam di wamena, yaitu pada kota wamena sendiri dan di
desa Wolasi yang saat ini menjadi desa muslim papua. Dibawah ini adalah penjelasan mengenai proses masuk islam di suku dani wamena dan di desa walesi.
Awal Masuk Islam di Suku
Dani Wamena
Masuknya islam di kalangan suku Dani Wamena terjadi pasca
integrasi kedalam NKRI pada dekade 1960-an akhir, melalui guru-guru dan
transmigrasi yang didatangkan dari Jawa didaerah Sinata. Pengenalan agama Islam
di Wamena melalui interaksi perdagangan antara para pendatang dan penduduk pribumi.
Islam di Wamena tidak didorong oleh organisasi da’wah Islam. Pendirian SD
Impres Megapura pertama di Wamena, berdampak pada perkenalan orang Palim Lembah
dengan Agama Islam melalui para guru dan transmigrasi Jawa-Madura secara
alamiah. Para guru dari Jawa-Madura dan transmigran yang pada akhirnya
dipindahkan ke daerah Paniai tahun 1970-an menyisakan pengaruh bagi Suku Dani
terutama anak-anak siswa SD Impres Megapura.
Baca Juga : Sejarah Perkembangan Islam di Jayapura Papua
Baca Juga : Sejarah Perkembangan Islam di Jayapura Papua
Kemudian islam mulai berkembangan melalui para urban dari, Sulawesi,
Madura, Jawa dan Maluku. Disamping itu beberapa pegawai misalnya Kolonel Thahir
(Tentara), Abu Yamin, (Polisi) Hasan Panjaitan (Sekda) dan Paiyen (Depag RI)
turut turut mendorong proses da’wah di Walesi. Suku Dani Palim Tengah dan Palim
Selatan dari Moiety : Asso-Lokowal Asso-Wetipo, Lani-Wetapo, Wuka-wetapo,
Wuka-Hubi, Lagowan-Matuan dan Walesi, kini banyak yang sudah memeluk agama
Islam dari sejumlah sumber saksi penduduk bahwa Esogalib Lokowal orang paling
pertama masuk Islam. Kemudian Harun Asso (dari Hitigima/Wesapot), Yasa Asso
(dari Hepuba/Wiaima), Horopalek Lokowal, Musa Asso (dari Megapura/Sinata), Donatus
Lani (dari Lanitapo). Megapura, Hitigima, Hepuba, Woma, Pugima dan Walesi (kini
di Walesi clan Asso-Yelipele seluruh warganya 100% beragama Islam) adalah
daerah pertama yang berinteraksi dengan orang Muslim dari berbagai daerah
Indonesia.
Awal Masuk Islam di
Walesi
Di desa Walesi pada tahun 1975-1977 terdapat tiga orang
generasi pertama pemeluk islam yaitu Merasugun, Firdaus dan Muhammad Ali Asso.
Mereka adalah pemeluk Islam paling berhasil mengembangkan Islam menjadi besar.
Walesi kini menjadi pusat Islam (Islamic Centre) di Lembah Palim Wamena.
Merasugun dan tokoh-tokoh Tua lainnya yang didampangi kalangan muda Walesi
adalah generasi muslim pertama yang bersemangat mengorganisasi diri serta
sukses mengembangkan agama Islam dikalangan keluarga di Walesi dan sekitarnya.
Merasugun, Firdaus dan Ali Asso mengorganir da’wah islam,
sehingga diikuti oleh semua masyarakat dari confederasi Asso-Yelipele Walesi.
Orang pertama memeluk agama Islam dari Walesi diantaranya adalah Nyasuok Asso,
Walekmeke Asso, Nyapalogo Kuan, Wurusugi Lani, Heletok Yelipele, Aropeimake
Yaleget, dan Udin Asso. Keislaman mereka ini dikemudian hari memiliki pengaruh
sangat besar eksistensi Islam Walesi dan Muslim Jayawi Jaya hingga kini. Kepala
Suku Besar, Aipon Asso dan Tauluk Asso awalnya menolak islam, karena ajarannya
mengharamkan babi (hewan ternak satu-satunya di Lembah Balim paling utama).
Mereka baru masuk Islam dalam tahun 1978 dan mendapat dukungan seorang militer
berpangkat Kolonel bernama Muhammad Thohir.
Islamic Centre adalah organisasi khusus dan fokus untuk
memperhatikan kaum muslim pribumi didirikan pada tahun 1978. Letnan Kolonel
Dokte Muhammad Mulya Tarmidzi dari Angkatan Laut 10, Hamadi Jayapura, pencetus
dan pelopor utama berdirinya Islamic Centre. Pada mulanya dia datang ke Wamena
dalam kesempatan undangan ceramah setelah berjumpa dengan penduduk asli muslim
(muallaf) dari Walesi, tergerak hatinya dan mendirikan organisasi da’wah Islam
pertama, Islamic Centre yang di ketuai Hasan Panjaitan, (Sekda Jayawi Jaya kala
itu). Islamic Centre dibawah kendali Hasan Panjaitan banyak membantu proses
da’wah selanjutnya. Islam di Walesi berkembang pesat dan dikunjungi berbagai
kalangan pejabat pemerintah muslim dari Kota Wamena dan Ibukota Jayapura.
Para Pencetus dan
Penyebar Islam di Walesi
Merasun Asso (berikutnya hanya ditulis Merasugun) adalah
orang Walesi pertama dan yang paling awal memeluk agama Islam. Merasugun
(Merawesugun) paling besar jasanya dan perjuangannya memperkenalkan Islam
dikalangan masyarakat Walesi hingga menjadi berkembang. Kemudian orang selain
Merasugun yang tidak kalah peran dan jasanya, dalam mengembangkan agama Islam
di Walesi adalah Kalegenye Yaleget.
Kalegenye Yaleget belum pernah menanggalkan busana
kotekanya, dan secara formal belum pernah bersyahadat, namun peran dan
perjuangan demi tegaknya kalimat tauhid di Lembah Palim sangat besar, sejak
dini agama Islam dalam keadaan sulit dan banyak ditentang orang agar jangan
berkembang. Kepeloporan Merasugun sulit dibayangkan dan ketahui, kalau
dibelakangnya juga tanpa ada dukungan sejumlah kepala suku Adat. Hal itu kunci
kesuksesan sekaligus membuat orang tidak berani menentang Merasugun dan
Kalegenye. Kalegenye dan Merasugun yang masih saudara sepupu adalah tokoh tua
pejuang da’wah islam pertama dan utama di Walesi.
Merasugun dan Kalegenye Yaleget yang tidak dapat berbahasa
Indonesia selalu didampingi oleh seorang pemuda bernama Firdaus Asso. Setiap
penyampaian isi hati mereka dalam mencari dukungan da’wah Islam, pada para
pendatang muslim, diterjemahkan oleh Firdaus. Disamping itu Firdaus adalah
seorang pemuda cerdas dan lincah diantara teman-teman sebaya. Sehingga Firdaus
sangat menunjang Merasugun, dalam memperjuangkan da’wah di Jayawi jaya dan
khususnya di Lembah Palim.
Selain mendampingi Merasugun Asso, dengan inisiatif sendiri,
Firdaus, mengajak teman-teman sebayanya, menemui para pejabat beragama Islam
kala itu, untuk minta dukungan pengembangan Islam di Walesi dan Wamena. Karena
itu Firdaus, sosok pemuda pejuang Islam yang populer dan sangat dikenal para
pejabat tinggi Papua mulai dari Gubernur, Pangdam, Kapolda, sampai para pejabat
dinas lainnya.
Demikian juga ketokohan Firdaus Asso, sebagai tokoh muda
Muslim Papua didukung para pedagang (pengusaha) muslim dari Bugis dan Makasar.
Bahkan para Haji kaya dari Madura, Bugis, Makasar dan Buton membantu mendorong
secara financial pengembangan Islam Walesi sebagai Pusat Islam Wamena.
Karena itu sosok Firdaus Asso yang fenomenal, pada tahun 1980- an sangat
dikenal dan popular dikalangan muslim pendatang, dan orang yang paling
dihormati, sebagai tokoh penggerak dan perintis da’wah islamiyyah dikalangan
pendududk pribumi Papua.
Selain Firdaus ada tokoh muda lain seperti Ali Asso. Namun
Firdaus Asso adalah tokoh muda muslim di Jayapura dan Wamena yang sangat
dikenal akrab oleh para pejabat tinggi Papua kala itu. Firdaus juga
disegani dan dihormati oleh rekan-rekanya, karena keberanian dan kepeloporannya
dalam pengembangan da’wah Islam di Jayawi Jaya.
Baca Juga : Sejarah Perkembangan Islam di Papua
Baca Juga : Sejarah Perkembangan Islam di Papua
Kisah Merasugun
Memeluk Islam
Sebagaimana diceriterakan Ali Asso (generasi pemeluk Islam
pertama yang masih hidup), Merasugun mulai mengenal islam melalui hubungan
perdagangan. Merasugun suatu pagi dalam tahun 1975, berangkat dari Walesi
(sekitar 8 km dari Kota Wamena), membawa dagangan kayu bakar, untuk dijual pada
orang-orang pendatang di kota Wamena. Tapi dagangannya tidak laku dibeli hingga
hari sudah menjelang sore. Sementara jarak Walesi-Kota Wamena begitu jauh untuk
pulang hingga larut malam.
Maka Merasugun berinisiatif menukar dagangannya dengan nasi
pada seseorang. Untuk itu Merasugun mendatangi semua penghuni rumah dari pintu
kepintu yang umumnya didiami para pendatang dari luar Papua. Akhirnya pembeli
yang akan menukar dagangan Merasugun dengan nasi itu ketemu juga. Pertemuan
Merasugun dan pembeli kayu itu kelak nanti orang yang pertama
meng-Islam-kan Merasugun. Karena itu segera setelah pulang ke kampungnya,
Merasugun cari kayu bakar di hutan untuk ditukarkan dengan nasi pada orang yang
sama.
Merasugun kemudian mengajak dua anak muda yaitu Firdaus Asso
dan Ali Asso. Selanjutnya rombongan Merasugun, bawa kayu bakar untuk barter
dengan nasi pada pendatang asal Madura itu, yang sebelumnya sudah berkenalan
dengan Merasugun. Dari pertemuan pertama mereka sudah saling kenal, maka ketika
shalat dhuhur tiba pembeli kayu yang beragama Islam itu ingin shalat dahulu.
Tapi apa yang dilakukan kenalannya diintip Merasugun dengan
perasaan aneh dan asing. Merasugun memperhatikan apa yang dilakukan kenalannya
rasa penasaran. Pembeli kayu itu melakukan gerakan yang sebelumnya asing bagi
Merasugun yaitu sholat dan berdo’a dengan gerakan khusyu’. Merasugun dengan perasaan
agak keheranan akhirnya menyadari, bahwa gerakan itu adalah gerakan “Misa dalam
Islam”. Kemudian, Merasugun, kepada dua anak muda yang mendapinginya dalam
bahasa Balim berkomentar demikian : “O..oh.yire esilam meke”!, artinya “Oh, ini
orang Islam"!
Merasugun sebelumnya pernah dengar kabar bahwa Agama Islam
adalah agama yang tidak boleh makan daging babi. Bahkan Merasugun sering
mendengar issu bahwa kehadiran orang- orang pendatang Muslim menyebabkan semua
babi menjadi musnah di Lembah Balim, (dalam agama Islam, memakan gading Babi
hukumnya diharamkan /tidak boleh). Walaupun ada issu bahaya agama Islam,
Merasugun menyuruh Firdaus Asso dan Ali Asso masuk agama islam, dan belajar
melakukan "misa Islam”, (maksudnya sholat). Karena menurutnya orang Muslim
Madura itu baik, tidak seperti diisukan orang-orang dikampungnya. Lalu katanya;
“Kalian boleh masuk Agama Islam karena orang ini baik”! Keinginan dan usulan
Merasugun disetujui dua anak yang masih keponakannya itu.
Kemudian usulan keinginan diterjemahkan Firdaus dan
disampaikan kepada kenalan baru itu. Mereka bertekad mau masuk Agama Islam.
Tapi orang Madura itu keberatan karena alasannya takut ada tuduhan Islamisasi.
Kekhawatiran itu disanggah oleh Merasugun dengan mengatakan bahwa dirinya tidak
menganut agama apapun dan itu adalah keinginan hatinya dan dua anak
keponakannya. Dialog tersebut diterjemahkan oleh Firdaus Asso, yang sudah
lancar berbahasa Indonesia.
Sejenak Orang Madura yang belum dikenal namanya hingga kini
itu berfikir, lalu menatap wajah ketiga orang yang masih lugu dan masih
mengenakan koteka itu. Dan katanya; “Boleh, tapi kamu harus menutup Aurat!”,
Segera ia kekamar dan memberikan serta memakaikan Merasugun celana tanpa
menanggalkan koteka yang sedang dikenakan. Selanjutnya Muslim Madura itu
sampaikan niat tiga orang Suku Dani dari Walesi ini kepada tokoh muslim lain
yang ada di sekitar kota Wamena.
Pada minggu berikutnya Merasugun, Ali Asso, dan Firdaus Asso
disuruh datang pada hari Jum'at. Dan secara resmi disyahadatkan ba'dah jum'at
di masjid Baiturrahman Wamena yang disaksikan oleh jama'ah sholat jum’at.
Minggu-minggu selanjutnya Merasugun, Firdaus Asso dan Ali Asso (dua pemuda ini
kelak pejuang Islam setelah sepeninggal Merasugun tahun yang wafat tahun 1978),
selalu datang ikut sholat Jum’at, dengan tiap pagi jalan kaki turun-naik gunung
sekitar 6 km dari Walesi ke Wamena Kota. Merasugun kira-kira berusia 45 tahun
dan dua anak muda yakni Firdaus Asso,dan Muhammad Ali Asso, keduanya kira-kira
berusia 15 tahun kala itu, adalah generasi pertama yang mula-mula masuk Islam
serta mengembangkan Islam di Walesi.
Perjuangan Merasugun
Asso Dalam Mengembangkan Islam di Walesi
Merasugun tidak lama sesudah masuk Agama Islam meminta agar
dibangunkan "Gereja Islam", (maksudnya, Masjid), di kampungnya di Walesi
sekaligus Sekolah Islam agar anak-anaknya dari clan Assolipele Walesi bisa
sekolah. Untuk maksud ini Merasugun menyediakan tanah wakaf serta menyiapkan
batu, kayu, pasir di kampungnya.
Usulan ini segera disetujui oleh beberapa orang muslim yang
datang di Wamena sebagai Petugas pemerintah sipil maupun militer seperti Pak
Paijen dari Dinas Agama, Pak Thohir dari Kodim, dan Abu Yamin dari Polres
Jayawijaya. Karena itu, sebelum kalau ingin dibangunkan Masjid dan Madrasah di
Walesi, Merasugun harus datang membantu bekerja mengangkat batu dan
mengumpulkan pasir dari Kali Uwe karena Masjid Raya Baiturahman Kota Wamena
saat itu sedang dibangun.
Syarat ini disetujui oleh Merasugun, berikutnya Merasugun,
Ali dan Firdaus Asso pulang ke Walesi dan mengundang segera tenaga kerja kepada
Nyasuok Asso, Nyapalogo Kuan, Aropemake Yaleget, Wurusugi Lani, Udin Asso dan
Walekmeke Asso, untuk mengeruk galian batu dan pasir di sekitar Kota Wamena, dari
Kali Uwe. Keenam orang nama tersebut kelak menjadi pemeluk Agama Islam dari
Walesi gelombang kedua.
Dokter Mulya Tarmidzi
Mengkhitan
Suatu ketika dalam tahun 1978 seorang dokter Kolonel
Angkatan Laut 10 dari Hamadi, Jayapura Propinsi Papua, diundang ceramah datang
ke Kabupaten Jayawijaya, untuk memberikan ceramah, yang tempatnya di gedung
bioskop kota Wamena. Oleh sebab itu Merasugun dan warga lainnya dari Walesi
yang muallaf diundang datang mendengarkan ceramah.
Penceramah yang tidak lain adalah Dokter Kolonel H. Muhammad
Mulya Tarmidzi itu selesai ceramah sampai sekitar jam sebelas malam.
Selanjutnya ia menginap di Hotel Balim. Kira-kira pada jam 12 tengah malam
Merasugun, Firdaus Asso, Nyapalogo Kuan, Nyasuok Asso dan Ali Asso, Aropemake
Yaleget, Udin Asso dan Wurusugi Lani datang mengetuk pintu kamar Dokter Mulya
menginap dengan mengucap salam khas muslim yakni : “Assalamu'alaikum”! Walaupun
sudah tengah malam karena mendengar ucapan salam khas Muslim, Dokter Mulya
Tarmidzi, berani membukakan pintu.
Dan ternyata salam itu berasal dari orang-orang yang masih mengenakan
koteka ini adalah orang yang tadi dilihatnya di gedung Bioskop. Dia sebelumnya
menduga mereka bukan muslim, karena Merasugun dan rombangan lainnya masih
mengenakan Holim/Koteka, (kecuali Firdaus Asso sudah mengenakan celana pendek).
Dan dia menganggap bahwa mereka mungkin pas lagi lewat atau memang sekedar
mencari makanan dalam acara ceramah itu. Tatkala dipersilahkan duduk
diruang tamu di hotel oleh Dokter Mulya Tarmidzi, Merasugun menyampaikan maksud
dan tujuan kedatangannya dengan beberapa pemuda dari Walesi. Setelah minta maaf
karena datang ditengah malam. Lalu Merasugun menyampaikan beberapa usulan yaitu:
a). Permohonan dukungan agar di kampungnya segera
dibangunkan "Gereja Islam”.
b). Anak-anak dari Walesi kelak menjadi pintar seperti
dokter Mulya untuk itu perlu disekolahkan di Jayapura
c). Agar di Walesi di bangunkan Madrasah
Semua usulan diterima dan disetujui secara baik dan kepada
Merasugun dijanjikan oleh dokter Mulia Tarmidzi, bahwa nanti akan diusahakan
secara bertahap dengan mengkoordinasikan usulan Merasugun, kepada orang-orang
Muslim lain terlebih dahulu. Dalam kesempatan itu sejumlah usul dan keinginan
Merasugun semua disampaikan dalam bahasa Wamena kepada Dokter Muhammad Mulya
Tarmidzi, yang kemudian diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia oleh Firdaus
Asso yang sudah sekolah di SD Inpres, Megapura sehingga sudah lancar berbahasa
Indonesia.
Selanjuntnya semua usul secara baik disetujui oleh Dokter
Kolonel Haji Muhammad Mulya Tarmidzi dan untuk mendukung keinginan Merasugun
ini segera dibentuk Islamic Centre yang pengurusnya dari pejabat pemda. Esok
harinya dibantu oleh tenaga kesehatan dari Rumah Sakit Kota Wamena; Letnan
Kolonel Muhammad Mulya Tarmidzi, segera menyunat (khitan) 8 orang pertama yang
masuk Agama Islam itu untuk menyempurnakan syahdatnya, kira-kira demikian hemat
Kolonel yang juga Dokter dan Ahli Agama Islam itu. Pada bulan berikutnya dalam
tahun 1978, anak-anak dari Walesi sebanyak 5 orang (termasuk Firdaus Asso dan
Muhammad Ali Asso) di kirim ke Jayapura dan dititipkan kepada beberapa orang
pejabat muslim sebagai orang tua asuhnya.
Demikian sudah harapan dan cita-cita Merasugun terkabul agar
anak-anak dari Walesi untuk disekolahkan diluar Wamena. “Agar kelak ada yang
menjadi seperti Dokter Mulya Tarmidzi,” demikian usul Merasugun yang
diterjemahkan oleh Firdaus Asso. Usulan paling penting diantaranya yang
diusulkan oleh Merasugun adalah kontruksi bangunan model Pondok Pesantren Model
di Jawa yang membuat decak kagum. Dokter Kolonel Muhammad Mulya Tarmidzi,
mengingat Merasugun belum penah tahu kalau yang diusulkannya itu adalah persis
sama model kontruksi dan sistem bangunan lingkungan Pondok Pesantren yang biasa
ada di Pulau Jawa.
Kemudian 20 orang dalam bulan berikutnya dikirim dan diasuh
oleh beberapa Orang Tua Asuh di kota Jayapura. Ongkos pengiriman semua
ditanggung oleh Haji Saddiq Ismail, (kala itu Kabulog Propinsi Irian Jaya) yang
selanjutnya membentuk Kasub Dolog Jayawijaya guna mempermudah menyampaikan
bantauan logistik dan bantuan material lainnya karena di Walesi segera akan
dibangun Masjid dan Madrasah sesuai keinginan dan usulan Merasugun dulu.
Guna memperlancar transportasi dan memudahkan pengangkutan
material bangunan Masjid dan Madrasah Walesi, Ir. Haji Azhari Romuson, Kepala
PU Propinsi Papua segera membangun jalan Walesi-Wamena sekitar 6 Km. Bisa
dibayangkan semua usulan Merasugun dulu sejak Dokter Kolonel Angkatan Laut
Muhammad Mulya Tarmidzi, Haji Saddiq Ismail SH Kadolog Propinsi, dan Ir.
Haji Azhari Romusan dari PU Propinsi adalah cukup besar perannya
perkembangan Islam lebih lanjut di Walesi.
Bertepatan dengan 20 anak Walesi yang dipimpin Firdaus Asso
datang sekolah di Jayapura melanjutkan dipendidikan Panti Asuhan Muhammadiyah
Abepura Jayapura dan Madrasah Ibtidaiyyah (MI) Kota Propinsi Papua. Dua Kepala
Suku Perang yang Berani dari Clan Assolipele secara resmi disyahadatkan oleh
Kolonel Thahir, di Wamena. Kolonel Thahir adalah Pendatang dari Bugis dan
Tentara yang saat itu bertugas di Kodim Jayawijaya. “Sesungguhnya kita adalah
milik Allah SWT, dan akan dikembalikan kehadirat-Nya kapan saja
dikehendaki-Nya”, “sebagaimana juga Dia memberikan hidayah kepada siapa yang di
kehendaki-Nya”, dan akhimya pada tahun 1980 Merasugun telah dipanggil kehadirat
Alloh SWT, dengan meninggalkan semua usulan da'wahnya yang belum tuntas, yakni
obsesinya mewujudkan kompleks Islamic Centre terutama Masjid dan Madrasah.
Dua tahun sepeninggal Merasugun pada tahun 1982 bangunan
sekolah (Madrasah Ibtidaiyah) dan masjid selesai. Untuk menghormati atas
jasa-jasa semangat perjuangan Merasugun, maka nama Madrasahnya diabadikan
menjadi Madrasah Ibtidaiyyah Merasugun Asso Walesi. Demikian juga dengan Pemuda
Firdaus Asso menyusul dipanggil Allah SWT untuk selamanya pada tahun 1984 di
Jayapura. Firdaus Asso yang sangat berjasa dan berperan besar pengembangkan
Islam dikalangan suku pribumi di Walesi, sesudah Merasugun. Dia menyusul
kepergian Merasugun setelah dua tahun dalam usia yang sangat muda dan produktif
yakni 25 tahun.
Itulah sejarah singkat masuk dan berkembangnya agama islam
di suku pribumi yang berada di wamena. Semoga agama islam menjadi agama yang
berkembang disana.
Sumber bacaan :
Sejarah Islam di Wamena Papua dalam http://ilman-islam.blogspot.com/2012/06/sejarah-islam-wamena-papua.html di akses tanggal 9 Mei 2014
Alhamdullah, Cahaya Islam ada dari Sabang sampai Merauke..
ReplyDeleteSubhanallah.... Merasugun Asso Walesi dan Firdaus Asso telah menghadap kepada Tuhan mereka, Allah SWT, dalam keadaan bersih suci sebagai seorang mujahidin. Aamiin. Selamat jalan...
ReplyDelete