Sejarah Perkembangan Islam di Mesir
Kehidupan sosial masa lalu Afrika Utara adalah sebuah
kehidupan masyarakat pedesaan yang bersifat kesukuan, nomad (berpindah-pindah)
dan patriarkhi. Ketika daerah ini berada di bawah kekuasaan Romawi, tak pelak
pengaruhnya sangat besar bagi masyarakat Barbar. Umumnya mereka dipengaruhi
oleh elit kota yang mengadopsi bahasa, gagasan , dan adat istiadat para
penguasa. Tetapi elit-elit ini tidak banyak. Selanjutnya, setelah orang-orang
Vandal (Barbar) memperoleh kemenangan, pengaruh Romawi di sebagian besar Afrika
mulai berhenti, kecuali pengaruh ekonomi, dan peradaban Barbar lama secara
bertahap muncul kembali. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pada abad 1 H/7
M kehidupan sosial Afrika Utara lebih merupakan kehidupan masyarakat Barbar
yang bersifat kesukuan, nomad dan
patriarkhi.
Mesir adalah salah-satu kawasan yang berada di AfrikaUtara. Afrika Utara merupakan daerah yang sangat penting bagi penyebaran agama Islam di daratan Eropa. Ia menjadi pintu gerbang masuknya Islam ke wilayah yang selama berabad-abad berada di bawah kekuasaan Kristen sekaligus “benteng pertahanan” Islam untuk wilayah tersebut.
Islam menyentuh wilayah Mesir pada 628 Masehi. Ketika itu
Rasulullah mengirim surat pada Gubernur Mukaukis yang berada di bawah kekuasaan
Romawi-mengajak masuk Islam. Rasul bahkan menikahi gadis Mesir, Maria.
Islam masuk wilayah Afrika Utara pada saat daerah itu berada
di bawah kekuasaan kekaisaran Romawi, sebuah imperium yang amat luas yang
melingkupi beberapa Negara dan berjenis-jenis bangsa manusia.
Masuknya Islam kewilayah Mesir yang termasuk wilayah Afrika
Utara terjadi dalam beberapa tahapan dan dibawah kepemimpinan yang berbeda
pula. Untuk memudahkan kita dalam memahaminya, maka tidak ada salahnya kita
klasifikasikan dalam beberapa dekade kepemimpinan, diantaranya
:
Pertama, pada masa kekhalifahan Umar ibn al-Khathab. Pada tahun 40 M ‘Amru ibn al-Ash berhasil memasuki Mesir, setelah sebelumnya mendapat ijin bersyarat dar khalifah ‘Umar untuk menaklukkan daerah itu.
Kedua, pada masa kekhalifahan Utsman ibn Affan. Pada
masa ini penaklukan Islam sudah meluas sampai ke Barqah dan Tripoli. Penaklukan
atas kedua kota itu dimaksudkan untuk menjaga keamanan daerah Mesir. Penaklukan
ini tidak bertahan lama, karena gubernur-gubernur Romawi menduduki kembali
wilayah-wilayah yang telah ditinggalkan itu.
Ketiga, pada masa Mu’awiyah ibn Abi Sufyan, khalifah
pertama daulah Bani Umayyah. Yang dipimpin oleh ‘Uqbah ibn Nafi’ al-Fihri (W.
683 M), yang telah menetap di Barqah sejak daerah itu ditaklukkan. Usaha ini
berhasil karena kegigihan dan didukung oleh penduduk asli yang telah miminta
pertolangan kaum muslimin atas kekejaman imperium Romawi.
Keempat, pada masa kepemimpinan ‘Uqbah. Akan
tetapi pada tahun 683 M orang-orang Islam di Afrika Utara mengalami kemunduran
yang hebat, karena pemberontakan orang Barbar dibawah kepemimpinan Kusailah
(orang barbar). Sejak saat itu orang-orang Islam harus berhadapan dengan bangsa
Romawi sekaligus pemberontakan suku Barbar.
Kelima, pada masa Abdul Malik ibn Marwan
(685-705 M). Namun demikian proses islamisasi belumlah berjalan mulus
dikarenakan pemberontakan silih berganti.
Keenam, pada masa kepemimpinan Musa ibn Nusair tahun
708 M pada masa pemerintahan al- Walid ibn Abdul Malik (86-96 H/705-715 M).Yang
berhasil mematahkan sekaligus mengantisipasi timbulnya pemberontakan lagi,
dengan menerapkan kebijakan “perujukan” yaitu menempatkan orang-orang Barbar
kedalam pemerintan Islam. Kebijakan inilah yang medorong terjadinya pembauran
antara Arab-Barbar, ditambah lagi dengan mudahnya penyebaran mudah diterima paham
kaum Khawarij.
Kemunculan tokoh Musa ibn Nushair sebagai ´penakluk yang
sesungguhnya” (the true conqueror) atas Afrika Utara bukanlah akhir dari dari
segala huru-hara yang terjadi di Afrika Utara. Sebab masih banyak episode
pergolakan yang terjadi di daerah itu, bahkan hingga masa pemerintahan Daulah
Bani Abbas. Hanya saja perubahan sosial dan politik sejak Musa memegang kendali
pemerintahan menjadi modal yang sangat besar bagi pembangunan fondasi peradaban
Isalm di Afrika utara, khususnya berkaitan dengan kebijakan islamisasinya.
Disinilah peniting dan pengaruh dua unsur-unsur pembentuk peradaban/kebudayaan
yaitu, The Man of The Pen dan The Man of The Sword, seperti telah kita bahas di
atas.
Proses Masuk Islam
Pada masa Khalifah Umar Bin Khattab, Mesir dalam penjajahan
bangsa Romawi Timur, dan yang menjadi Gubernur Mesir pada saat itu ialah
Mauqauqis. Pada saat itu bangsa Mesir sangat menderita karena penjajahan yang
tidak kenal belas kasihan. Oleh Karena itu, Amru Bin Ash selaku panglima perang
mengusulkan kepada Khalifah Umar Bin Khattab untuk membebaskan Mesir dari
penjajahan Romawi. Usul ini diterima dan pasukan Islam yang membawa 4000 orang
siap membebaskan Mesir. Dan sebelum peperangan dimulai, Amru bin Ash menawarkan
tiga pilihan kepada penguasa Mesir, yaitu: masuk Islam, atau membayar jizyah,
atau perang. Kedua tawaran pertama ditolak, maka terjadilah perang. Pasukan
yang dipimpin Amr ini memasuki daerah Mesir melalui padang pasir terus mamasuki
kota kecil bernama Al Arisy, dengan mudah pasukan islam menaklukan kota itu.
Dari situ pasukan Islam memasuki kota Al Farma. Di kota ini pasukan Islam
mendapat perlawanan. Amru Bin Ash memerintahkan untuk mengepung kota ini dan
setelah 1 bulan kota ini berhasil direbut.
Dari kota itu pasukan Islam melanjutkan ke kota Bilbis. Di
sini pasukan Islam mendapat bantuan dari rakyat Mesir. Di kota ini pasukan
islam menangkap putri Mauqauqis yang terkenal sebagai pelindung rakyat Mesir.
Putri ini diantar kerumahnya dengan segala hormat. Dari kota Bilbis pasukan
Islam menuju ke Tondamis yang terletak di tepi sungai Nil.
Di sini Amru Bin Ash mendapat kesulitan karena banyak
pasukan sudah gugur dan pasukan yang masih hidup merasakan rasa lelah yang luar
biasa. Amr Bin Ash pun meminta bantuan ke Khalifah Umar Bin Khattab. Kepada
pasukan yang ada Amru Bin Ash memberikan pidato yang berapi-api sehingga
pasukan Islam dapat menghancurkan benteng Tondamis dan melanjutkan ke kota Ainu
Syam, di perjalanan kota ini pasukan Islam baru mendapat bantuan sebanyak 4000
orang. Setelah Ainu Syam dapat ditaklukan pasukan Islam mempersiapkan
penyerangan ke benteng Babil. Selama 7 bulan benteng Babil dikepung dan
akhirnya benteng terbaru di Mesir dapat di kuasai.
Setelah itu pasukan Islam merebut kota Iskandaria, maka
diadakan perjanjian antara Amr Bin Ash dan Mauqauqis dan sejak itu Mesir
menjadi daerah Islam sepenuhnya. Nama Amr Bin Ash diabadikan menjadi nama
mesjid tertua di Mesir.
Pasukan Islam telah berhasil memerdekakan bangsa Mesir dari
penjajahan jasmani dan rohani yang dilakukan oleh Imperium Romawi, Mesir
dijajah selama 711 tahun, sejak terbunuhnya Cleopatra tahun 30 SM hingga masa
penaklukan pasukan Islam tahun 642 M.
Amru bin Ash membangun kota Fustath (Kairo sekarang) dan
dijadikan sebagai markas pasukan Islam. Ajaran Islam mulai disebarkan di Mesir,
dan diantaranya pasukan Islam dilarang berbuat kejahatan kepada penduduk
Qibthi. Hal inilah yang membuat orang-orang Qibthi tertarik dengan ajaran
Islam. Karena sangat jauh berbeda dengan imperium Romawi yang terkenal suka
menindas rakyat jelata, dan mereka mengangkut sebahagian besar hasil gandum
dari mesir ke Konstantinopel untuk dinikmati oleh kaisar dan para bangsawan
Romawi.
Peradaban Islam Mesir
Pada 639 Masehi, ketika Islam di bawah kepemimpinan Umar bin
Khattab, 3000 pasukan Amru bin Ash memasuki Mesir dan kemudian diperkuat
pasukan Zubair bin Awwam berkekuatan 4000 orang. Mukaukis didukung gereja Kopti
menandatangani perjanjian damai. Sejak itu, Mesir menjadi wilayah kekuasaan
pihak Islam. Di masa kekuasaan Keluarga Umayah, dan kemudian Abbasiyah, Mesir
menjadi salah satu provinsi seperti semula.
Mesir baru menjadi pusat kekuasaan dan juga peradaban Muslim
baru pada akhir Abad 10. Muiz Lidinillah membelot dari kekuasaan Abbasiyah di
Baghdad, untuk membangun kekhalifahan sendiri yang berpaham Syi’ah. Ia menamai
kekhalifahan itu Fathimiah dari nama putri Rasul yang menurunkan para pemimpin
Syi’ah, Fatimah. Pada masa kekuasaannya (953-975), Muiz menugasi panglima
perangnya, Jawhar al-Siqili, untuk membangun ibu kota.
Di dataran tepi Sungai Nil itu kota Kairo dibangun. Khalifah
Muiz membangun Masjid Besar Al-Azhar (dari “Al-Zahra”, nama panggilan Fatimah)
yang dirampungkan pada 17 Ramadhan 359 Hijriah, 970 Masehi. Inilah yang kemudian
bekembang menjadi Universitas Al-Azhar sekarang, yang juga merupakan
universitas tertua di dunia saat ini.
Muiz dan para penggantinya, Aziz Billah (975-996) dan Hakim
Biamrillah (996-1021) sangat tertarik pada ilmu pengetahuan. Peradaban
berkembang pesat. Kecemerlangan kota Kairo -baik dalam fisik maupun kehidupn
sosialnya-mulai menyaingi Baghdad. Khalifah Hakim juga mendirikan pusat ilmu
Bait al-Hikam yang mengoleksi ribuan buku sebagaimana di Baghdad.
Di masa tersebut, Ibnu Yunus (wafat 1009) menemukan sistem
pendulum pengukur waktu yang menjadi dasar arloji mekanik saat ini. Lalu Hasan
ibn Haitham menemukan penjelasan fenomena “melihat”. Sebelum itu, orang-orang
meyakini bahwa orang dapat melihat sesuatu karena adanya pancaran sinar dari
mata menuju obyek yang dilihat. Ibnu Haytham menemukan bahwa pancaran sinar itu
bukanlah dari mata ke benda tersebut, melainkan sebaliknya. Dari benda ke mata.
Gangguan politik terus-menerus dari wilayah sekitarnya
menjadikan wibawa Fathimiyah merosot. Pada 564 Hijriah atau 1167 Masehi,
Salahuddin Al-Ayyubi mengambil alih kekuasaan Fathimiyah. Tokoh Kurdi yang juga
pahlawan Perang Salib tersebut membangun Dinasti Ayyubiyah, yang berdiri
disamping Abbasiyah di Baghdad yang semakin lemah.
Salahuddin tidak menghancurkan Kairo yang dibangun
Fathimiyah. Ia malah melanjutkannya sama antusiasnya. Ia hanya mengubah paham
keagamaan negara dari Syiah menjadi Sunni. Sekolah, masjid, rumah sakit, sarana
rehabilitasi penderita sakit jiwa, dan banyak fasilitas sosial lainnya dibangun.
Pada 1250 -delapan tahun sebelum Baghdad diratakan dengan tanah oleh
Hulagu-kekuasaan diambil alih oleh kalangan keturunan Turki, pegawai Istana
keturunan para budak (Mamluk).
Di Istana, saat itu terjadi persaingan antara militer asal
Turki dan Kurdi. Sultan yang baru naik, Turansyah, dianggap terlalu dekat
Kurdi. Tokoh militer Turki, Aybak bersekongkol dengan ibu tiri Turansyah,
Syajarah. Turansyah dibunuh. Aybak dan Syajarah menikah. Namun Aybak juga
membunuh Syajarah, dan kemudian Musa, keturunan Ayyubiyah, yang sempat
diangkatnya.
Di saat Aybak menyebar teror itu, tokoh berpengaruh Mamluk
bernama Baybars mengasingkan diri ke Syria. Ia baru balik ke Mesir, setelah
Aybak wafat dan Ali -anak Aybak-mengundurkan diri untuk digantikan Qutuz. Qutuz
dan Baibars bertempur bersama untuk menahan laju penghancuran total oleh
pasukan Hulagu. Di Ain Jalut, Palestina, pada 13 September 1260 mereka berhasil
mengalahkan pasukan Mongol itu. Baybars (1260-1277) yang dianggap menjadi
peletak pondasi Dinasti Mamluk yang sesungguhnya. Ia mengangkat keturunan
Abbasiyah -yang telah dihancurkan Hulagu di Baghdad-untuk menjadi khalifah. Ia
merenovasi masjid dan universitas Al-Azhar. Kairo dijadikannya sebagai pusat
peradaban dunia. Ibnu Batutah yang berkunjung ke Mesir sekitar 1326 tak henti
mengagumi Kairo yang waktu itu berpenduduk sekitar 500-600 ribu jiwa atau 15
kali lebih banyak dibanding London di saat yang sama.
Ibnu Batutah tak hanya mengagumi ‘rihlah’, tempat studi
keagamaan yang ada hampir di setiap masjid. Ia terpesona pada pusat layanan
kesehatan yang sangat rapi dan “gratis”. Sedangkan Ibnu Khaldun menyebut:
“mengenai dinasti-dinasti di zaman kita, yang paling besar adalah orang-orang
Turki yang ada di Mesir.”
Pusat peradaban ini nyaris hancur di saat petualang barbar
Timur Lenk melakukan invasi ke Barat. Namun Sultan Barquq berhasil menahan laju
pasukan Mongol tersebut. Dengan demikian Mamluk merupakan pusat kekuasaan yang
duakali mampu mengalahkan tentara Mongol.
Pada ujung abad 15, perekonomian di Mesir menurun. Para
pedagang Eropa melalui Laut Tengah tak lagi harus tergantung pada Mesir untuk
dapat berdagang ke Asia. Pada 1498, mereka “menemukan” Tanjung Harapan di
Afrika Selatan sebagai pintu perdagangan laut ke Asia. Pada 1517, Kesultanan
Usmani di Turki menyerbu Kairo dan mengakhiri sejarah 47 sultan di Dinasti
Mamluk tersebut.
Sumber referensi :
http://detikherb.blogspot.com/2013/08/sejarah-islam-di-mesir.html
http://syafaeny.blogspot.com/2012/04/sejarah-peradaban-dan-kebudayaan-islam.html
bermanfaat sekali,,,,terima kasih
ReplyDelete