Sejarah Kerajaan Islam Kesultanan Langkat Sumatera Utara
Bendera Kesultanan Langkat foto : wikipedia |
Sejarah Pendirian
Langkat sebelumnya merupakan bawahan Kesultanan Aceh sampai
awal abad 19, wilayahnya terbentang antara aliran Sungai Seruwai atau daerah
Tamiang sampai ke daerah aliran anak Sungai Wampu. Terdapat sebuah sungai
lainnya di antara kedua sungai ini yaitu Sungai Batang Serangan yang merupakan
jalur pusat kegiatan nelayan dan perdagangan penduduk setempat dengan luar
negeri terutama ke Penang/Malaysia. Sungai Batang Serangan ketika bertemu
dengan Sungai Wampu, namanya kemudian menjadi Sungai Langkat. Kedua sungai tersebut
masing-masing bermuara di Kuala langkat dan Tapak Kuda.
Baca Juga : Sejarah Kerajaan Islam Kesultanan Aceh Darussalam
Baca Juga : Sejarah Kerajaan Islam Kesultanan Aceh Darussalam
Kesultanan Langkat merupakan monarki yang berusia paling tua
di antara monarki-monarki Melayu di Sumatera Timur. Pada tahun 1568, di wilayah
yang kini disebut Hamparan Perak, salah seorang petinggi Kerajaan Aru dari
Tanah Karo yang bernama Dewa Shahdan berhasil menyelamatkan diri dari serangan
Kesultanan Aceh dan mendirikan sebuah kerajaan. Kerajaan inilah yang menjadi
cikal-bakal Kesultanan Langkat moderen.
Nama Langkat berasal dari nama sebuah pohon yang menyerupai
pohon langsat. Pohon langkat memiliki buah yang lebih besar dari buah langsat
namun lebih kecil dari buah duku. Rasanya pahit dan kelat. Pohon ini dahulu
banyak dijumpai di tepian Sungai Langkat, yakni di hilir Sungai Batang Serangan
yang mengaliri kota Tanjung Pura. Hanya saja, pohon itu kini sudah punah.
Pengganti Dewa Shahdan, Dewa Sakti, tewas dalam penyerangan
yang kembali dilakukan oleh Kesultanan Aceh pada tahun 1612. Di masa
kepemimpinan Raja Kejuruan Hitam (1750-1818), serangan terhadap Langkat berasal
dari Kerajaan Belanda. Langkat sebelumnya merupakan bawahan Kesultanan Aceh sampai
awal abad ke-19. Pada saat itu raja-raja Langkat meminta perlindungan
Kesultanan Siak. Tahun 1850 Aceh mendekati Raja Langkat agar kembali ke bawah
pengaruhnya, namun pada 1869 Langkat menandatangani perjanjian dengan Belanda,
dan Raja Langkat diakui sebagai Sultan pada tahun 1877.
Berpedoman kepada tradisi dan kebiasaan masyarakat Melayu
Langkat, maka dapatlah ditetapkan kapan Raja Kahar mendirikan Kota Dalam yang
merupakan cikal bakal Kerajaan Langkat kemudian hari. Setelah menelusuri
beberapa sumber dan dilakukan perhitungan, maka Raja Kahar mendirikan
kerajaannya bertepatan tanggal 12 Rabiul Awal 1163 H, atau tanggal 17 Januari
1750. Melalui seminar yang berlangsung di Stabat, pada tanggal 20 Juli 1994
atas kerjasama Tim Pemkab Langkat dengan sejumlah pakar dari jurusan sejarah
Fakultas Sastra USU, maka dapat menentukan Hari Jadi Kabupaten Langkat yaitu 17
Januari 1750.
Baca Juga : Sejarah Kerajaan Islam Kesultanan Asahan Sumatera Utara
Baca Juga : Sejarah Kerajaan Islam Kesultanan Asahan Sumatera Utara
Masa Penjajahan Belanda
Pada masa Pemerintahan Belanda, Kabupaten Langkat masih
berstatus keresidenan dan kesultanan (kerajaan) dengan pimpinan pemerintahan
yang disebut Residen dan berkedudukan di Binjai dengan Residennya Morry
Agesten. Residen mempunyai wewenang mendampingi Sultan Langkat di bidang
orang-orang asing saja sedangkan bagi orang-orang asli (pribumi) berada di
tangan pemerintahan kesultanan Langkat. Kesultanan Langkat berturut-turut
dijabat oleh :
- Sultan Haji Musa Almahadamsyah 1865-1892
- Sultan Tengku Abdul Aziz Abdul Jalik Rakhmatsyah 1893-1927
- Sultan Mahmud 1927-1945/46
Dibawah pemerintahan Kesultanan dan Assisten Residen
struktur pemerintahan disebut LUHAK dan dibawah luhak disebut Kejuruan (Raja
kecil) dan Distrik, secara berjenjang disebut Penghulu Balai (Raja kecil Karo)
yang berada didesa. Pemerintahan luhak dipimpin seorang Pangeran, Pemerintahan
Kejuruan dipimpin seorang Datuk, Pemerintahan Distrik dipimpin seorang kepala
Distrik, dan untuk jabatan kepala kejuruan/Datuk harus dipegang oleh penduduk
asli yang pernah menjadi raja di daerahnya.
Pemerintahan Kesultanan di Langkat dibagi atas 3 (tiga)
kepala Luhak yaitu :
Luhak Langkat Hulu
Berkedudukan di Binjai dipimpin
oleh T.Pangeran Adil. Wilayah ini terdiri dari 3 Kejuruan dan 2 Distrik yaitu :
- Kejuruan Selesai
- Kejuruan Bahorok
- Kejuruan Sei Bingai
- Distrik Kwala
- Distrik Salapian
Berkedudukan di Tanjung Pura
dipimpin oleh Pangeran Tengku Jambak/T.Pangeran Ahmad. Wilayah ini mempunyai 2
kejuruan dan 4 distrik yaitu :
- Kejuruan Stabat
- Kejuruan Bingei
- Distrik Secanggang
- Distrik Padang Tualang
- Distrik Cempa
- Distrik Pantai Cermin
Berkedudukan di Pangkalan Berandan
dipimpin oleh Pangeran Tumenggung (Tengku Djakfar). Wilayah ini terdiri dari
satu kejuruan dan dua distrik.
- Kejuruan Besitang meliputi Langkat Tamiang dan Salahaji.
- Distrik Pulau Kampai
- Distrik Sei Lepan
Di masa pemerintahan Sultan Musa al-Khalid al-Mahadiah
Muazzam Shah, seorang administrator Belanda bernama Aeilko Zijlker Yohanes
Groninger dari Deli Maatschappij menemukan konsesi minyak bumi di Telaga Said,
Pangkalan Brandan. Konsesi pertama eksploitasi minyak bumi diberikan oleh
Sultan pada tahun 1883. Dua tahun kemudian, dilakukan pemroduksian pertama
minyak bumi dari perut bumi. Pada tahun 1892 kilang minyak Royal Dutch yang
menjalankan usaha eksplotasi mulai melakukan produksi massal.
Berkat ditemukannya ladang minyak tersebut, pihak Kesultanan
Langkat menjadi kaya raya akibat pemberian royaliti hasil produksi minyak dalam
jumlah besar. Secara umum bila di bandingkan dengan kesultanan-kesultanan
Melayu di Sumatera Timursaat itu, Langkat jauh lebih makmur melebihi harapan.
Bersama Kesultanan Siak, Kesultanan Kutai Kartanegara, dan Kesultanan Bulungan,
Langkat menjadi salah satu negeri terkaya di Hindia Belanda saat itu. Salah
satu sisa kejayaan Langkat yang dapat disaksikan sekarang adalah Masjid Azizi
di Tanjung Pura.
Pada tahun 1907 Sultan Abdul Aziz Abdul Jalil Rakhmat Shah
menandatangani kontrak politik dengan Belanda yang diwakili oleh Jacob Ballot
selaku Residen van Sumatra Oostkust. Dalam perjanjian ini batas wilayah
Kesultanan Langkat ditetapkan. Daerah-daerah yang termasuk dalam wilayah
kekuasaan Sultan terdiri dari Pulau Kumpei, Pulau Sambilan, Tapa Kuda, Pulau
Masjid dan pulau-pulau kecil di dekatnya, Kejuruan Stabat, Kejuruan Bingei
(Binjai), Kejuruan Selesei, Kejuruan Bahorok, daerah dari Datu Lepan, dan
daerah dari Datu Besitang.
Wilayah Langkat secara administratif dibagi menjadi tiga
bagian :
- Langkat Hulu
- Langkat Hilir
- Teluk Haru
Masa Pendudukan
Jepang
Di masa Sultan Mahmud Abdul Jalil Rakhmat Shah, tepatnya
saat tentara Kekaisaran Jepang masuk dan membuat Belanda mundur, sejumlah
catatan menunjukkan penderitaan rakyat Langkat saat itu. Rakyat diperas dan
diperbudak untuk mengerjakan proyek-proyek Jepang. Disini tak ditemukan
bagaimana relasi, kontestasi, dan peta politik Langkat dengan kerajaan-kerajaan
tetangga.
Setelah Proklamasi
Kemerdekaan
Lambang Kesultanan Langkat foto : wikipedia |
Beberapa bulan setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang
dibacakan oleh Soekarno dan Hatta, kabar mengenai proklamasi bahkan belum
sampai ke Kesultanan Langkat. Tapi tak lama kemudian, suasana mulai memanas.
Laskar-laskar terbentuk. Dan pada 5 Oktober 1945, Sultan Mahmud Abdul Jalil
Rakhmat Shah kemudian menyatakan bergabungnya kesultanan dengan negara Republik
Indonesia. Pada tanggal29 Oktober, Tengku Amir Hamzah diangkat menjadi Asisten
Residen (Bupati) Langkat dan berkedudukan di Binjai oleh Gubernur
Sumatera,Teuku Muhammad Hasan.
Kesultanan Langkat runtuh bersamaan dengan meletusnya
Revolusi Sosial yang didukung pihak komunis pada tahun 1946. Pada saat itu
banyak keluarga Kesultanan Langkat yang terbunuh, termasuk Tengku Amir Hamzah,
penyair Angkatan Pujangga Baru dan pangeran Kesultanan Langkat.
Puluhan orang yang berhubungan dengan swapraja ditahan dan
dipenjarakan oleh laskar-laskar yang tergabung dalam Volksfront. Di Binjai,
Tengku Kamil dan Pangeran Stabat ditangkap bersama beberapa orang pengawalnya.
Istri-istri mereka juga ditangkap dan ditawan ditempat berpisah. Berita yang
paling ironis adalah pemerkosaan dua orang putri Sultan Mahmud Abdul Jalil
Rakhmat Shah pada malam jatuhnya Istana Darul Aman, 9 Maret 1946.
Setelah menangkap Tengku Amir Hamzah, Peradilan Rimba,
demikian istilah bagi laskar-laskar itu, menjatuhkan hukuman pancung bagi Amir
Hamzah. Jasadnya kemudian ditumpuk dengan jenazah ke 26 Tengku lainnya.
Keesokan harinya jasad Amir Hamzah dikebumikan di Masjid Azizi, Tanjung Pura.
Istana Darul Aman memang diserbu dan dibakar, akan tetapi Sultan Mahmud Abdul
Jalil Rakhmat Shah tak turut dibunuh. Ia ditangkap dan diasingkan ke Batang
Serangan hingga kemudian Belanda membebaskannya pada bulan Juli 1947.
Setelah Sultan Mahmud Abdul Jalil Rakhmat Shah wafat pada
tahun 1948, para Sultan Langkat praktis kehilangan kekuasaan politiknya dan
hanya bertahta sebagai Pemangku Adat dan Kepala Keluarga Kerajaan.
Daftar Sultan Penguasa Kesultanan Langkat
Berikut adalah raja-raja Kesultanan Langkat:
- 1568-1580 : Panglima Dewa Shahdan
- 1580-1612 : Panglima Dewa Sakti, anak raja sebelumnya
- 1612-1673 : Raja Kahar bin Panglima Dewa Sakdi, anak raja sebelumnya
- 1673-1750 : Bendahara Raja Badiuzzaman bin Raja Kahar, anak raja sebelumnya
- 1750-1818 : Raja Kejuruan Hitam (Tuah Hitam) bin Bendahara Raja Badiuzzaman, anak raja sebelumnya
- 1818-1840 : Raja Ahmad bin Raja Indra Bungsu, keponakan raja sebelumnya
- 1840-1893 : Tuanku Sultan Haji Musa al-Khalid al-Mahadiah Muazzam Shah (Tengku Ngah) bin Raja Ahmad, anak raja sebelumnya
- 1893-1927 : Tuanku Sultan Abdul Aziz Abdul Jalil Rakhmat Shah bin Sultan Haji Musa, anak raja sebelumnya
- 1927-1948 : Tuanku Sultan Mahmud Abdul Jalil Rakhmat Shah bin Sultan Abdul Aziz, anak raja sebelumnya
- 1948-1990 : Tengku Atha'ar bin Sultan Mahmud Abdul Jalil Rahmad Shah, anak raja sebelumnya, sebagai pemimpin keluarga kerajaan
- 1990-1999 : Tengku Mustafa Kamal Pasha bin Sultan Mahmud Abdul Jalil Rahmad Shah, saudara raja sebelumnya
- 1999-2001 : Tengku Dr Herman Shah bin Tengku Kamil, cucu Sultan Abdul Aziz Abdul Jalil Rahmad Shah
- 2001-2003 : Tuanku Sultan Iskandar Hilali Abdul Jalil Rahmad Shah al-Haj bin Tengku Murad Aziz, cucu Sultan Abdul Aziz Abdul Jalil Rahmad Shah, gelar Sultan dipakai kembali
- 2003 : Tuanku Sultan Azwar Abdul Jalil Rahmad Shah al-Haj bin Tengku Maimun, cucu Sultan Abdul Aziz Abdul Jalil Rahmad Shah
Peristiwa-peristiwa
Penting Kesultanan Langkat
Sultan ke
|
Tahun
|
Nama
|
1
|
Ca 1670 – 1670
|
Panglima Deva Shahdan, Datuk Langkat jajahan
Deli.Memisahkan diri dari Deli Tua; mendirikan Langkat tetapi kemudian
dikuasai Aceh dan menjadi taklukan Aceh hingga 1818 (saat Siak menyerang)
|
2
|
1670 – 17xx
|
Bertahta Raja Kahar ibni al-Marhum Panglima Deva Shahdan,
Raja Langkat
|
3
|
17xx – 17xx
|
Bertahta Sutan Bendahara Raja Badi uz-Zaman ibni al-Marhum
Raja Kahar, Raja Langkat
|
4
|
17xx – 1818
|
Bertahta Raja Hitam ibni al-Marhum Sutan Bendahara Raja
Badi uz-Zaman [Kejeruan Tua], Raja Langkat
|
1818
|
Langkat diserang Siak, Raja Hitam lari ke Deli dan
terbunuh. Siak menjadikan Langkat sebagai taklukan dan mengangkat Raja baru
yaitu anak dari Raja Indra Bongsu (adik Raja Hitam) bernama Raja Ahmad
|
|
5
|
1818 – 1840
|
Bertahta Raja Ahmad ibni al-Marhum Raja Indra Bongsu, Raja
Langkat
|
6
|
1840 – 1893
|
Bertahta Raja Musa ibni al-Marhum Raja Ahmad, Raja Langkat
|
1854,
|
Aceh kembali menyerang Langkat dan menjadikan Langkat
taklukannya (lepas dari Siak) dan tetap menganggap Raja Musa sebagai Raja
Langkat dengan gelar: Pangeran Indra di-Raja Amir, Pahlawan Sultan Aceh
|
|
1869
|
Aceh melemah, Hindia Belanda masuk dan memerdekakan
Langkat dari Aceh maupun Siak.
|
|
Gelaran RAJA diganti SULTAN. Raja Musa secara resmi
mengganti nama menjadi : Y.M. Sri Paduka Tuanku Sultan Haji Musa
al-Khalid al-Mahadiah Mu’azzam Shah ibni al-Marhum Sultan Ahmad, Sultan
Langkat
|
||
7
|
1893 – 1927
|
Bertahta H.H. Sri Paduka Tuanku Sultan ‘Abdu’l ‘Aziz
‘Abdu’l Jalil Rahmad Shah ibni al-Marhum Sultan Haji Musa al-Khalid
al-Mu’azzam Shah, Sultan Langkat
|
Zaman keemasan Langkat dengan kontrak minyak dan
perkebunan tembakau dgn Hindia Belanda. Sultan ini yang membangun Istana
Darul Aman, Masjid Azizi dan menjalin pernikahan dengan anak Sultan Kedah dan
Selangor.
|
||
8
|
1927 – 1948
|
Bertahta H.H. Sri Paduka Tuanku Sultan Mahmud ‘Abdu’l
Jalil Rahmad Shah ibni al-Marhum Sultan ‘Abdu’l ‘Aziz, Sultan Langkat
|
1946
|
Revolusi Sosialoleh PKI, Istana Darul Aman dibakar dan
banyak bangsawan Melayu Sumatra Timur (Langkat,Deli,Serdang,Asahan &
Labuhan Batu ) yang dibunuh; termasuk Pahlawan Nasional Tengku Amir Hamzah
dan Raja Muda Langkat (putra sulung Sultan)Tengku Musa bin Sultan Mahmud
|
|
Sultan tetap diangkat sebagai Kepala Kerabat Istana
Langkat (Head of Langkat Royal House) dan berfungsi sebagai pengayom budaya
saja
|
||
9
|
1948 – 1990
|
Diangkat Tengku Atha’ar ibni al-Marhum Sultan Mahmud
‘Abdu’l Jalil Rahmad Shah, Head of the Royal House of Langkat (putra
kedua Sultan ke 8)
|
10
|
1990 – 1999
|
Diangkat Tengku Mustafa Kamal Pasha ibni al-Marhum Sultan
Mahmud ‘Abdu’l Jalil Rahmad Shah, Head of the Royal House of
Langkat (putra keempat Sultan ke 8)
|
Sultan dinobatkan tetapi bukan dari anak Sultan 10 tetapi
justru kembali ke galur cucu dari Sultan ke 7; Dari permaisuri ke 3: Tengku
Fatimah Sham binti Tengku Puteh (kerabat Kesultanan Serdang)
|
||
11
|
1999 – 2001
|
Diangkat Tengku Dr Herman Shah bin Tengku Kamil, Head of
the Royal House of Langkat (cucu Sultan 7; anak dari putra ke2 Sultan)
|
2001
|
Gelar utuh kembali dipakai
|
|
12
|
2001 – 2003
|
Dinobatkan Y.M. Sri Paduka Tuanku Sultan Iskandar Hilali
‘Abdu’l Jalil Rahmad Shah al-Haj ibnu al-Marhum Tengku Murad Aziz, Sultan
Langkat (cucu Sultan 7; anak dari putra ke7 Sultan)
|
13
|
2003
|
Dinobatkan Y.M. Sri Paduka Tuanku Sultan Azwar ‘Abdu’l
Jalil Rahmad Shah al-Haj ibni al-Marhum Tengku Maimun, Sultan
Langkat (cucu Sultan 7; anak dari putra ke10 Sultan)
|
Sumber referensi :
http://id.wikipedia.org/wiki/Kesultanan_Langkat
http://humancareindonesia.wordpress.com/2011/05/22/sejarah-langkat/
http://latifah.msani.net/?p=407
0 Response to "Sejarah Kerajaan Islam Kesultanan Langkat Sumatera Utara"
Post a Comment
Tinggalkan Komentar Anda