Sejarah Perkembangan Islam di Kesultanan Palembang - Sumatera Selatan
Menurut sejarah, islam masuk ke Palembang diperkirakan pada
awal abad ke-1 H atau awal abad ke-8 Masehi. Sepanjang abad ke-7 sampai abad
ke-14 Masehi, Islam di kota Palembang tumbuh dan berkembang pesat sehingga
berdiri sebuah kerajaan islam Kesultanan Palembang. Kesultanan Palembang
Darussalam adalah suatu kerajaan Islam di Indonesia yang
berlokasi di sekitar kota Palembang, Sumatera Selatansekarang. Kerajaan ini
diproklamirkan oleh Sri Susuhunan Abdurrahman dari Jawa dan
dihapuskan oleh pemerintah kolonial Belanda pada 7
Oktober 1823.
Menurut sumber yang
saya dapat ada banyak pendapat tentang masuknya islam ke sumatra bagian selatan
:
1. Pengaruh kekuasaan politik
Islam dimasa itu, yaitu : Khulafaur Rasyidin 632-661 Masehi - Dinasti Umayyah
661-750 Masehi - Dinasti Abbasiyah 750-1268 Masehi - Dinasti Umayyah di Spanyol
757-1492 Masehi - Dinasti Fatimah di Mesir 919-1171 Masehi
2. Penguasaan jalan laut perdagangan oleh bangsa Arab jauh
lebih maju dari bangsa Barat. Saat itu bangsa Arab telah menguasai perjalanan
laut dari Samudra India yang mereka namakan Samudra Persia kala itu.
3. Islam masuk didaerah Sriwijaya dapatlah dipastikan pada
abad ke-7. Ini mengingat buku sejarah Cina yang menyebutkan bahwa Dinasti T'ang
yang memberitakannya utusan Tache (sebutan untuk orang Arab) ke Kalingga pada
tahun 674 Masehi. Karena Sriwijaya sering dikunjungi pedagang Arab dalam jalur
pelayaran, maka Islam saat itu merupakan proses awal Islamisasi atau permulaan
perkenalan dengan Islam.
4. Seperti dikisahkan oleh penulis Arab yaitu Ibnu Rusta
(900 M), Sulaiman (850 M) dan Abu Zaid (950 M), maka hubungan dagang antara
Khalifah Abbasiyah (750 M - 1268 M) dengan kerajaan Sriwijaya tetap
berlangsung. Khusus untuk kawasan Sumatera Selatan, masuknya Islam selain oleh
Bangsa Arab pedagang utusan dari Dinasti Umayyah (661 - 750 M) dan Dinasti
Abbasiyah (750 - 1268 M) juga pedagang Sriwijaya sendiri berlayar kenegara-negara
Timur Tengah.
Pendapat lainnya :
1. Drs. M. Dien Majid dalam makalahnya berjudul
"Selintas Tentang Keberadaan Islam dibumi Sriwijaya" menulis :
Arya Damar, seorang Adipati kerajaan Majapahit di Palembang,
secara sembunyi-sembunyi telah memeluk agama Islam, karena diajari oleh Raden Rachmat (Sunan Ampel) ketika singgah di Palembang dari Champa yang akan
meneruskan perjalanannya kekerajaan Majapahit. Kemudian Arya Damar ini yang
akhirnya dikenal dengan nama Arya Dillah atau Abdullah, berguru dengan Sunan
Ampel di Ampel Denta ketika beliau sudah menetap disini. Dan ketika Arya Damar
kembali ke Palembang, ia selalu mengadakan hubungan dengan ulama-ulama Arab
yang bermukim di Palembang.
2. Dr. Taufik Abdullah dalam makalahnya yang berjudul
"Beberapa aspek perkembangan Islam di Sumatera Selatan" menulis :
Van Senenhoven pada tahun 1822 Masehi membawa 55 manuskrip
Arab dan Melayu yang ditulis sangat indah serta dijilid rapi yang merupakan
kepunyaan Sultan Mahmud Badaruddin. Raden Patah yang menurut tradisi historis
adalah anak raja Majapahit, Prabu Brawijaya dengan puteri Cina, dilahirkan dan
berguru di Palembang.
Maka setidaknya sejak akhir abad ke-16 Palembang merupakan
salah satu "enclave" Islam terpenting atau bahkan Pusat Islam
di bagian Selatan Pulau Emas ini. Hal ini bukan saja karena reputasinya sebagai
pusat perdagangan yang banyak dikunjungi oleh pedagang Arab Islam pada
abad-abad kejayaan Kerajaan Sriwijaya, tetapi juga dibantu oleh kebesaran
Malaka yang tidak pernah melepaskan keterikatannya dengan Palembang sebagai
tanah asal.
Kejadian ini berarti peng-Islaman Palembang telah lebih lama
daripada Minangkabau atau pedalaman Jawa, bahkan jauh lebih dahulu dari
Sulawesi Selatan (kerajaan Gowa dan kerajaan Laikang).
Diceritakan dalam buku sejarah "Sulu Mindanau"
bahwa seorang Syarif yang bernama Syarif Abubakar yang berasal dari Palembang,
telah menyebarkan Islam ke Sulu dan Mindanau, yang kemudian kawin dengan puteri
setempat bernama Paramisuri.
3. Menurut H. Rusdy Cosim B.A. dalam makalahnya yang
berjudul "Sejarah Kerajaan Palembang dan Perkembangan Hukum Islam" mengemukakan :
Menukil kisah pelayaran Sulaiman didalam bukunya Akhbar As
Sind Wal Hino yang diterjemahkan oleh R. Ramaudot, terbitan London 1733 Masehi,
dinyatakan bahwa : "Seribuza (Sriwijaya) telah dikunjungi oleh orang-orang
Arab Muslim, bahkan diantara mereka ini disamping mengadakan hubungan dagang
juga menyebarkan ajaran Islam kepada penduduk dan malah ada yang akhirnya
menetap serta kawin dengan wanita setempat."
Ini memberi keyakinan kepada kita bahwa dengan kutipan
diatas bahwa agama Islam telah masuk didaerah Sumatera Selatan pada masa
kekuasaan Dapunta Hyang Sriwijaya.
Selanjutnya Rusdi Cosim B.A. juga menulis : Dimasa Sultan Muhammad Mansur, mencatat nama ulama besar yaitu Sayid Jamaluddin Agung bin Ahmad bin Abdul Malik bin Alwi bin Muhammad yang lebih terkenal dengan sebutan Tuan Fakih Jalaluddin yang berjasa dalam menyebarkan agama Islam didaerah Komering Ilir dan Komering Ulu bersama-sama dengan ulama lainnya yaitu Sayid al-Idrus yang sekaligus merupakan nenek moyang masyarakat dusun Adumanis.
Disamping itu ada pula ulama-ulama dijaman Kesultanan,
diantaranya : 1. Kyai Haji Kemas Abdul Somad (K.H.K. Abdul Somad Falembani) 2.
Kyai Haji Masagus Abdul Hamid bin Masagus Mahmud (Kyai Marogan) dll.
4. Menurut Salmad Aly didalam makalahnya yang berjudul
"Sejarah Kesultanan Palembang" [5] menulis:
Pada waktu Gede Ing Suro mendirikan Kesultanan Palembang,
agama Islam telah lama ada dikawasan ini. Islam masuk Palembang kira-kira pada
tahun 1440 M., dibawa oleh Raden Rachmat (Sunan Ampel). Pada waktu itu
Palembang berada dibawah kepemimpinan Arya Damar dan merupakan bagian dari
Kerajaan Majapahit.
Mengenai Raden Rachmat ini, diceritakan oleh Arnold sebagai
berikut : "Salah seorang puteri raja Campa, sebuah negara kecil di
Kamboja, di Timur Teluk Siam, kawin dengan seorang Arab yang datang ke Campa
untuk tugas dakwah Islam. Dari perkawinan ini lahir Raden Rachmat yang diasuh
dan dididik oleh ayahnya menjadi seorang Islam sejati."
Selanjutnya, Kyai Gede Ing Suro ini, menurut Faile, adalah turunan Panembahan Palembang dan istrinya asal dari keluarga Sunan Ampel, ia adalah dari garis keturunan Panembahan Parwata, Pangeran Kediri dan Pangeran Surabaya.
Sementara dari sumber-sumber Palembang, diperoleh keterangan
bahwa ia adalah putera Sideng Laut, salah seorang turunan Pangeran Surabaya.
Dia masih memiliki hubungan silsilah dengan Sayidina Husein, putera dari Ali
bin Abu Thalib, sepupu dan menantu langsung dari Nabi Muhammad Saw dari puteri
kandung beliau Fatimah az-Zahra.
Salah seorang cucu Sayidina Husein merantau ke Campa, memperistrikan salah seorang puteri Campa yang kemudian melahirkan Maulana Ishaq dan Maulana Ibrahim.
Orang-orang Arab pada masa ini terdaftar sekitar 500 Jiwa yang kebanyakan tinggal ditepi sungai Musi, diantara mereka ada yang mendapat gelar dari Sultan, seperti Pangeran Umar. Mereka sering membantu Sultan ketika dibutuhkan.
Pada waktu Belanda menyerang Palembang tahun 1821 Masehi
(dimasa pemerintahan Sultan Mahmud Badaruddin II yang akhirnya diasingkan ke
Ternate), benteng Sultan dikepulauan Kemaro dan Plaju dipertahankan oleh
orang-orang Arab. Hampir semua meriam dikedua benteng ini dipegang oleh
orang-orang Arab.
5. Drs. Barmawie Umary didalam makalahnya
"Masuknya Islam didaerah Ogan Komering Ulu dan Komering Ilir" menulis :
Ada tiga orang ulama yang paling berpengaruh didaerah
Komering Ulu dan Komering Ilir : 1. Tuan Umar Baginda Saleh/Said Umar Baginda
Sari/Raden Amar/Ratu Panembahan. 2. Tuan Tanjung Darus (Idrus) Salam 3. Tuan
Dipulau/Said Hamimul Hamiem.
Ketiganya dikenal dengan populer oleh masyarakat sebagai Waliullah pembawa agama Islam. Keturunan seorang putera yaitu Raja Montik berputera Kyai Djaruan berputera Tuan Penghulu I berputera Tuan Ketip Kulipah I berputera Tuan Ketip Kulipah II yang berputera 2 orang; yaitu Tuan Penghulu II dan adiknya adalah Tuan Labai/Kyai Labai Djamal.
Dan yang membantu Tuan Umar Baginda Saleh/Said Umar Baginda
Sari dalam menyiarkan Islam didaerah ini adalah Tuan Raja Setan, Tuan Teraja
Nyawa, Said Makhdum, Mataro Sungging, Rio Kenten Bakau, Usang Puno Rajo, Usang
Pulau Karam, Usang Dukunb dan Kaharuddin Usang Lebih Baru Ketian.
Makam Tuan Umar Baginda Saleh/Said Umar Baginda Sari adalah
disebuah pulau diseberang dusun Tanjung Atap dan Pulau ini termasyur dengan
sebutan "Pulau Sayid Umar Baginda Sari."
Agama Islam mulai masuk dan disyiarkan didaerah Marga Madang
Suku I oleh Tuan Umar Baginda Saleh, yaitu putera tertua dari Sunan Gunung Jati
Cirebon (Syarif Hidayatullah), jadi kakak dari Sultan Hasanuddin Banten. Masuk
didaerah ini sekitar tahun 1575-1600 M dan yang bertempat tinggal didusun
Mandayun, sesudah itu menyiarkan agama Islam didaerah Tanjung Atap Ogan
Komering Ilir sampai wafatnya.
Didaerah marga Semendawai Suku III, penyiar agama Islam
adalah Tuan Tanjung Idrus Salam atau disebut juga Sayid Ahmad dengan mengambil
tempat kedudukan dusun Adumanis. Ulama didaerah Semendawai Suku II dan Suku I
sekitar tahun 1600 M adalah Tuan Dipulau atau Sayid Hamimul Hamiem dengan
mengambil didusun Negara Sakti.
Dimarga Bengkulah, pembawa dan penyiar Islam adalah Moyang
Tuan Syarif Ali dan Tuan Murarob yang berasal dari Banten dan dibantu oleh Tuan
Tanjung Idrus Salam.
Awal Mula Pendirian
Kesultanan Palembang
Berdasarkan kisah Kidung Pamacangah dan Babad Arya Tabanan disebutkan seorang tokoh
dari Kediri yang bernama Arya Damar sebagai bupati
Palembang turut serta menaklukan Bali bersama dengan Gajah
Mada Mahapatih Majapahit pada tahun 1343. Sejarawan
Prof. C.C. Berg menganggapnya identik dengan Adityawarman. Begitu juga dalam Nagarakretagama, nama Palembang telah disebutkan
sebagai daerah jajahan Majapahit serta Gajah Mada dalam sumpahnya yang terdapat
dalam Pararaton juga telah menyebutkan Palembang sebagai
sebuah kawasan yang akan ditaklukannya.
Selanjutnya berdasarkan kronik Tiongkok
nama Pa-lin-fong yang terdapat pada buku Chu-fan-chi yang
ditulis pada tahun 1178 oleh Chou-Ju-Kua dirujuk kepada Palembang,
dan kemudian sekitar tahun 1513, Tomé Pires seorang petualang dari Portugis menyebutkan
Palembang, telah dipimpin oleh seorang patih yang ditunjuk dari Jawa yang
kemudian dirujuk kepada kesultanan Demak serta turut
serta menyerang Malaka yang waktu itu telah dikuasai oleh Portugis. Kemudin
pada tahun 1596, Palembang juga ditaklukan oleh kesultanan Banten. Seterusnya nama tokoh yang
dirujuk memimpin kesultanan Palembang dari awal adalah Sri Susuhunan
Abdurrahman tahun 1659. Walau sejak tahun 1601 telah ada hubungan dengan VOC
dari yang mengaku Sultan Palembang.
Berikut Daftar Keraton
yang Berada di Palembang
Keraton Kuto Gawang
Pada awal abad ke-17, Palembang menjadi pusat pemerintahan
kerajaan yang bernuansa Islam dengan pendirinya Ki Gede ing
Suro, bangsawan pelarian dari Kesultanan Demak akibat kemelut politik
setelah mangkatnya Sultan Trenggana. Keraton Kuta
Gawang adalah sebuah keraton yang setidaknya telah berdiri selama 100 tahun,
sebelum dibakar habis oleh VOC tahun 1659. Kuta Gawang berbentuk empat persegi,
dikelilingi kayu besi dan unglen empat persegi dengan ketebalan 30 x 30 cm.
Panjang dan lebar benteng ini berukuran 290 Rijnlandsche roede (1093 meter).
Tinggi dinding temboknya adalah 24 kaki, atau kurang lebih 7,25 meter.
Keraton Beringin
Janggut
Setelah Keraton Kuto Gawang dihancurkan VOC tahun 1659, oleh
Susuhunan Abdurrahman pusat pemerintahan dipindahkan ke Beringin Janggut yang
letaknya di sekitar kawasan Mesjid Lama (Jl. Segaran).
Keraton beringin janggut adalah salah satu Istana Kesultanan
Palembang Darussalam dan merupakan tempat tinggal Sultan-Sultan Palembang
Darussalam (di zaman Sri Paduka Susuhunan Abdurrahman) setelah Keraton Kuto
Gawang dibakar pasukan VOC dan sebelum dibuat Keraton Kuto Kecik / Lamo.
Sekarang lokasi Istana Beringin Janggut tersebut telah menjadi kawasan
pertokoan. Lokasi asal dari Istana Beringin Janggut ini terletak di Jalan
Beringin Janggut Palembang.
Keraton Kuto
Tengkuruk
Benteng Kuto Besak (BKB) dibangun untuk menggantikan keraton
lama, Benteng Kuto Lamo, yang disebut juga Keraton Kuto Tengkuruk atau Keraton
Kuto Lamo, yang berlokasi persis di samping kiri. Keraton Kuto Tengkuruk lalu
menjadi rumah tinggal residen Belanda. Saat ini, Keraton Kuto Tengkuruk
difungsikan menjadi Museum Sultan Mahmud Badaruddin II.
Kawasan inti Keraton Kesultanan Palembang-Darussalam pada
masa pemerintahan Sultan Mahmud Badaruddin I luasnya sekitar 50 hektar dengan
batas-batas di sebelah utara Sungai Kapuran, di sebelah timur berbatasan dengan
Sungai Tengkuruk.
Keraton Kuto Besak
Kuto Besak adalah bangunan keraton yang pada abad XVIII
menjadi pusat Kesultanan Palembang. Gagasan mendirikan Benteng Kuto
Besak diprakarsai oleh Sultan
Mahmud Badaruddin I yang memerintah pada tahun 1724-1758 dan
pelaksanaan pembangunannya diselesaikan oleh penerusnya yaitu Sultan
Mahmud Bahauddin yang memerintah pada tahun 1776-1803. Sultan Mahmud
Bahauddin ini adalah seorang tokoh kesultanan Palembang Darussalam yang
realistis dan praktis dalam perdagangan internasional, serta seorang agamawan
yang menjadikan Palembang sebagai pusat sastra agama di Nusantara. Menandai
perannya sebagai sultan, ia pindah dari Keraton Kuto Lamo ke Kuto Besak.
Belanda menyebut Kuto Besak sebagai nieuwe keraton alias keraton baru
Perang Palembang 1821 dan dibubarkannya institusi Kesultanan
pada 7 Oktober 1823, bangunan Kuto Tengkuruk diratakan dengan tanah. Di atas
runtuhan Kuto Tengkuruk, atas perintah van Sevenhoven kemudian dibangun rumah
Regeering Commissaris yang sekarang menjadi Museum Sultan Mahmud Badaruddin II.
Peperangan dan Mundurnya Kesultanan Palembang
Pada tahun 1811, Sultan Mahmud Badaruddin II menyerang pos
tentara Belanda yang berada di Palembang, namun ia menolak
bekerja sama dengan Inggris, sehingga Thomas Stamford Bingley Raffles mengirimkan
pasukan menyerang Palembang dan Sultan Mahmud Badaruddin II terpaksa melarikan
diri dari istana kerajaan, kemudian Raffles mengangkat Sultan Ahmad Najamuddin
II adik Sultan Mahmud Badaruddin II sebagai raja. Pada tahun 1813 Sultan Mahmud
Badaruddin II kembali mengambil alih kerajaan namun satu bulan berikutnya
diturunkan kembali oleh Raffles dan mengangkat kembali Sultan Ahmad Najamuddin
II, sehingga menyebabkan perpecahan keluarga dalam kesultanan Palembang.
Pada tahun 1818 Belanda menuntut balas atas kekalahan mereka
sebelumnya dan menyerang Palembang serta berhasil menangkap Sultan Ahmad
Najamuddin II dan mengasingkannya ke Batavia. Namun Kesultanan Palembang
kembali bangkit melakukan perlawanan yang kemudian kembali dipimpin oleh Sultan
Mahmud Badaruddin II. Lalu pada tahun 1819,
Sultan mendapat serangan dari pasukan Hindia yang antara lain dikenal
sebagai Perang Menteng (diambil
dari kata Mungtinghe). Pada tahun 1821 dengan kekuatan pasukan lebih dari 4000
tentara, Belanda kembali menyerang Palembang dan berhasil menangkap Sultan
Mahmud Badaruddin II yang kemudian diasingkan ke Ternate. Kemudian pada
tahun 1821 tampil Sultan Ahmad Najamuddin III anak Sultan Ahmad Najamuddin II
sebagai raja berikutnya, namun pada tahun 1823 Belanda menjadikan kesultanan
Palembang berada dibawah pengawasannya, sehingga kembali menimbulkan
ketidakpuasan di kalangan istana. Puncaknya pada tahun 1824 kembali pecah
perang, namun dapat dengan mudah dipatahkan oleh Belanda, pada tahun 1825
Sultan Ahmad Najamuddin III menyerah kemudian diasingkan ke Banda Neira.
Daftar Sultan
Palembang
Sri Susuhunan
Abdurrahman (1659-1706)
Sultan
Mahmud Badaruddin I (1724-1757)
Sultan
Ahmad Najamuddin I (1757-1776)
Sultan
Muhammad Bahauddin (1776-1803)
Sultan Mahmud Badaruddin II (1804-1812,
1813, 1818-1821)
Sultan
Ahmad Najamuddin II (1812-1813, 1813-1818)
Sultan
Ahmad Najamuddin III (1821-1823)
Itulah pembahasan singkat mengenai Sejarah Perkembangan Islam di Kesultanan Palembang Sumatera Selatan.
Semoga artikel ini bermanfaat
Sumber referensi :
http://id.wikipedia.org/wiki/Kesultanan_Palembang
http://ahmadsyaki.blogspot.com/2012/12/peradaban-islam-di-palembang.html
http://beritamusi.com/read/budaya/975/keraton-kuto-gawang-2.html#.UveiymKSzjs
http://keratonpalembang.blogspot.com/p/sejarah.html
http://sultanpalembang.com/pesaka-sultan/istana-beringin-janggut/
http://gjb3112annapus.wordpress.com/arkeologi-islam/benteng-kuto-besak/
http://id.wikipedia.org/wiki/Benteng_Kuto_Besak
0 Response to "Sejarah Perkembangan Islam di Kesultanan Palembang - Sumatera Selatan"
Post a Comment
Tinggalkan Komentar Anda