Sejarah Perkembangan Islam di Nusa Tenggara Barat
Kali ini kita akan melihat sejarah awal mula masuknya islam
di Nusa Tenggara, khususnya pada bagian barat. Nusa Tenggara Barat merupakan
salah satu provinsi di Indonesia. Provinsi
NTB biasa juga disebut sebagai daerah kepulauan. Dua pulau terbesar di provinsi
ini adalah Lombok yang terletak di barat dan Sumbawa yang
terletak di timur. Ibu kota provinsi ini adalah Kota
Mataram yang berada di Pulau Lombok. Sebagian besar
dari penduduk Lombok berasal dari suku Sasak,
sementara suku Bima dan Sumbawa merupakan
kelompok etnis terbesar di Pulau Sumbawa. Mayoritas penduduk Nusa Tenggara
Barat beragama Islam (96%).
Info : Sejarah Perkembangan Islam di Nusa Tenggara Timur Klik Disini
Masyarakat yang mendiami pulau Lombok awalnya menganut
kepercayaan animisme, dinamisme kemudian Hindu. Islam pertama kali masuk
melalui para wali dari pulau Jawa yakni sunan Prapen pada sekitar abad XVI,
setelah runtuhnya kerajaan Majapahit. Para wali tersebut tidak serta merta
menghilangkan kebiasaan lama masyarakat yang masih menganut kepercayaan
lamanya. Bahkan terjadi akulturasi antara Islam dengan budaya masyarakat
setempat, karena para penyebar tersebut memanfaatkan adat-istiadat setempat
untuk mempermudah penyampaian Islam. Kitab-kitab ajaran agama pada masa itu ditulis
ulang dalam bahasa Jawa Kuno. Bahkan syahadat bagi para penganut Wetu Telu
dilengkapi dengan kalimat dalam bahasa Jawa Kuno. Pada masa itu, yang
diwajibkan untuk melakukan peribadatan adalah para pemangku adat atau kiai
saja.
Kerajaan Selaparang menjadi
sebuah bangunan kesejarahan yang utuh dan menyeluruh agaknya memerlukan
pengkajian yang mendalam. Permasalahan utamanya terletak pada ketersediaan
sumber-sumber sejarah yang layak dan memadai. Sumber-sumber yang ada sekarang,
seperti Babad dan lain-lain memerlukan pemilihan dan pemilahan dengan kriteria
yang valid dan reliable. Apa yang tertuang dalam tulisan
sederhana ini mungkin masih mengundang perdebatan. Karena itu sejauh terdapat perbedaan-perbedaan
dalam pengungkapannya akan dimuat sebagai gambaran yang masih harus ditelusuri
sebagai bahan pengkajian lebih lanjut.
Buku Sejarah Daerah Nusa Tenggara Barat (2002) mencatat tiga
pendapat tentang asal mula sejarah kerajaan Selaparang.
Baca Juga : Sejarah Kerajaan Islam Kerajaan Selaparang
Baca Juga : Sejarah Kerajaan Islam Kerajaan Selaparang
Pendapat Pertama
Kerajaan Selaparang merupakan proses kelanjutan dari kerajaan tertua di pulau Lombok, yaitu Kerajaan Desa Lae' yang diperkirakan berkedudukan di Kecamatan Sambalia, Lombok Timur sekarang. Dalam perkembangannya masyarakat kerajaan ini berpindah dan membangun sebuah kerajaan baru, yaitu kerajaan Pamatan di Kecamatan Aikmel dan diduga berada di Desa Sembalun sekarang. Dan ketika Gunung Rinjani meletus, penduduk kerajaan ini terpencar-pencar yang menandai berakhirnya kerajaan. Betara Indra kemudian mendirikan kerajaan baru bernama Kerajaan Suwung, yang terletak di sebelah utara Perigi sekarang. Setelah berakhirnya kerajaan yang disebut terakhir, barulah kemudian muncul Kerajaan Lombok atau Kerajaan Selaparang.
Pendapat Kedua
Setelah Kerajaan Lombok dihancurkan oleh tentara Majapahit, Raden Maspahit melarikan diri ke dalam hutan dan sekembalinya tentara itu Raden Maspahit membangun kerajaan yang baru bernama Batu Parang yang kemudian dikenal dengan nama Kerajaan Selaparang.
Pendapat Ketiga
Pada abad XII, terdapat satu kerajaan yang dikenal dengan nama kerajaan Perigi yang dibangun oleh sekelompok transmigran dari Jawa di bawah pimpinan Prabu Inopati dan sejak waktu itu pulau Lombok dikenal dengan sebutan Pulau Perigi. Ketika kerajaan Majapahit mengirimkan ekspedisinya ke Pulau Bali pada tahun 1443 yang diteruskan ke Pulau Lombok dan Dompu pada tahun 1357 dibawah pemerintahan Mpu Nala, ekspedisi ini menaklukkan Selaparang (Perigi) dan Dompu.
Kerajaan Selaparang merupakan proses kelanjutan dari kerajaan tertua di pulau Lombok, yaitu Kerajaan Desa Lae' yang diperkirakan berkedudukan di Kecamatan Sambalia, Lombok Timur sekarang. Dalam perkembangannya masyarakat kerajaan ini berpindah dan membangun sebuah kerajaan baru, yaitu kerajaan Pamatan di Kecamatan Aikmel dan diduga berada di Desa Sembalun sekarang. Dan ketika Gunung Rinjani meletus, penduduk kerajaan ini terpencar-pencar yang menandai berakhirnya kerajaan. Betara Indra kemudian mendirikan kerajaan baru bernama Kerajaan Suwung, yang terletak di sebelah utara Perigi sekarang. Setelah berakhirnya kerajaan yang disebut terakhir, barulah kemudian muncul Kerajaan Lombok atau Kerajaan Selaparang.
Pendapat Kedua
Setelah Kerajaan Lombok dihancurkan oleh tentara Majapahit, Raden Maspahit melarikan diri ke dalam hutan dan sekembalinya tentara itu Raden Maspahit membangun kerajaan yang baru bernama Batu Parang yang kemudian dikenal dengan nama Kerajaan Selaparang.
Pendapat Ketiga
Pada abad XII, terdapat satu kerajaan yang dikenal dengan nama kerajaan Perigi yang dibangun oleh sekelompok transmigran dari Jawa di bawah pimpinan Prabu Inopati dan sejak waktu itu pulau Lombok dikenal dengan sebutan Pulau Perigi. Ketika kerajaan Majapahit mengirimkan ekspedisinya ke Pulau Bali pada tahun 1443 yang diteruskan ke Pulau Lombok dan Dompu pada tahun 1357 dibawah pemerintahan Mpu Nala, ekspedisi ini menaklukkan Selaparang (Perigi) dan Dompu.
Dari ketiga pendapat diatas agak sulit untuk membuat penafsiran
mengenai sejarah kerajaan Selaparang. Minimnya sumber-sumber sejarah menjadi
alasan yang tak terelakkan.
Zaman Majapahit
Menurut Lalu Djelenga (2004), catatan sejarah
kerajaan-kerajaan di Lombok yang lebih berarti dimulai dari masuknya Majapahit
melalui ekspedisi di bawah Mpu Nala pada tahun 1343 sebagai pelaksanaan Sumpah
Palapa Maha Patih Gajah Mada yang kemudian diteruskan dengan inspeksi
Gajah Mada sendiri pada tahun 1352.
Ekspedisi ini, lanjut Djelenga, meninggalkan jejak kerajaan
Gelgel di Bali. Sedangkan
di Lombok dalam
perkembangannya meninggalkan jejak berupa empat kerajaan utama saling
bersaudara, yaitu Kerajaan Bayan di barat, Kerajaan Selaparang di Timur,
Kerajaan Langko di tengah dan Kerajaan Pejanggik di selatan. Selain keempat
kerajaan tersebut, terdapat kerajaan-kerajaan kecil, seperti Parwa dan Sokong serta
beberapa desa kecil, seperti Pujut, Tempit, Kedaro, Batu Dendeng, Kuripan dan
Kentawang. Seluruh kerajaan dan desa ini selanjutnya menjadi wilayah yang
merdeka setelah kerajaan Majapahit runtuh.
Di antara kerajaan dan desa itu yang paling terkemuka dan
paling terkenal adalah Kerajaan Lombok yang berpusat di Labuhan Lombok. Disebutkan
kota Lombok terletak di teluk Lombok yang sangat indah dan mempunyai sumber air
tawar yang banyak. Keadaan ini menjadikannya banyak dikunjungi oleh
pedagang-pedagang dari Palembang, Banten, Gresik dan Sulawesi.
Masuknya Islam
Ketika Kerajaan Lombok dipimpin oleh Prabu Rangkesari,
Pangeran Prapen, putera Sunan Ratu Giri datang mengislamkan kerajaan Lombok.
Dalam Babad Lombok disebutkan, pengislaman ini merupakan upaya dari Raden Paku atau Sunan Ratu Giri dari
Gersik, Surabaya yang memerintahkan raja-raja Jawa Timur dan Palembang untuk
menyebarkan Islam ke berbagai wilayah di Nusantara. Proses pengislaman oleh
Sunan Prapen berjalan dengan lancar, sehingga beberapa tahun kemudian seluruh
pulau Lombok memeluk agama Islam, kecuali beberapa tempat yang masih mempertahankan
adat istiadat lama.
Sunan Ratu Giri memerintahkan keyakinan baru disebarkan ke
seluruh pelosok. Dilembu Manku Rat dikirim bersama bala tentara ke Banjarmasin,
Datu bandan di kirim ke Makasar, Tidore, Seram dan Galeier dan Putra Susuhunan,
Pangeran Prapen ke Bali, Lombok dan Sumbawa. Prapen pertama kali berlayar ke
Lombok, dimana dengan kekuatan senjata ia memaksa orang untuk memeluk agama
Islam. Setelah menyelesaikan tugasnya, Prapen berlayar ke Sumbawa dan Bima.
Namun selama ketiadaannya, karena kaum perempuan tetap menganut keyakinan
Pagan, masyarakat Lombok kembali kepada faham pagan. Setelah kemenangannya
di Sumbawa dan Bima, Prapen kembali
dan dengan dibantu oleh Raden Sumuliya dan Raden Salut, ia mengatur gerakan
dakwah baru yang kali ini mencapai kesuksesan. Sebagian masyarakat berlari ke
gunung-gunung, sebagian lainnya ditaklukkan lalu masuk Islam dan sebagian
lainnya hanya ditaklukkan. Prapen meninggalkan Raden Sumuliya dan Raden Salut
untuk memelihara agama Islam dan ia sendiri bergerak ke Bali, dimana ia memulai
negosiasi (tanpa hasil) dengan Dewa Agung Klungkung.
Baca Juga : Sejarah Perkembangan Islam di Bali
Baca Juga : Sejarah Perkembangan Islam di Bali
Di bawah pimpinan Prabu Rangkesari,
Kerajaan Selaparang berkembang menjadi kerajaan yang maju di berbagai bidang.
Salah satunya adalah perkembangan kebudayaan yang kemudian banyak melahirkan
manusia-manusia sebagai khazanah warisan tradisional masyarakat Lombok hari
ini. ahli sejarah berkebangsaan Belanda L. C. Van den Berg menyatakan bahwa,
berkembangnya Bahasa Kawi sangat memengaruhi terbentuknya alam pikiran agraris
dan besarnya peranan kaum intelektual dalam rekayasa sosial politik di
Nusantara, Fathurrahman Zakaria (1998) menyebutkan bahwa para intelektual
masyarakat Selaparang dan Pejanggik sangat mengetahui Bahasa Kawi. Bahkan kemudian
dapat menciptakan sendiri aksara Sasak yang disebut sebagai jejawen. Dengan
modal Bahasa Kawi yang dikuasainya, aksara Sasak dan Bahasa Sasak, maka para
pujangganya banyak mengarang, menggubah, mengadaptasi atau menyalin manusia
Jawa kuno ke dalam lontar-lontar Sasak. Lontar-lontar
dimaksud, antara lain Kotamgama, Lapel Adam, Menak Berji, Rengganis dan
lain-lain. Bahkan para pujangga juga banyak menyalin dan mengadaptasi
ajaran-ajaran sufi para walisongo, seperti lontar-lontar yang berjudul Jatiswara,
Lontar Nursada dan Lontar Nurcahya. Bahkan hikayat-hikayat Melayu pun banyak
yang disalin dan diadaptasi, seperti Lontar Yusuf, Hikayat Amir Hamzah, Hikayat
Sidik Anak Yatim dan sebagainya.
Menurut Fathurrahman Zakaria (1998) kita akan mengetahui
prinsip-prinsip dasar yang menjadi pedoman dalam rekayasa sosial politik dan
sosial budaya kerajaan dan masyarakatnya. Dalam bidang sosial politik misalnya,
Lontar Kotamgama 6 lembar menggariskan sifat dan sikap seorang raja atau
pemimpin, yakni Danta, Danti, Kusuma dan Warsa.
Danta artinya gading gajah, apabila dikeluarkan tidak
mungkin dimasukkan lagi.
Danti artinya ludah, apabila sudah dilontarkan ke tanah
tidak mungkin dijilat lagi.
Kusuma artinya kembang, tidak mungkin kembang itu mekar dua
kali.
Warsa artinya hujan, apabila telah jatuh ke bumi tidak
mungkin naik kembali menjadi awan.
Itulah sebabnya seorang raja atau pemimpin hendaknya tidak
salah dalam perkataan.
Selain itu, dalam lontar-lontar yang ada diketahui bahwa
istilah-istilah dan ungkapan yang syarat dengan ide dan makna telah
dipergunakan dalam bidang politik dan hukum, misalnya kata hanut (menggunakan
hak dan kewajiban), tapak (stabil), tindih (bertata krama), rit (tertib), jati
(utama),tuhu (sungguh-sungguh), bakti (bakti, setia) atau terpi (teratur).
Dalam bidang ekonomi, seperti itiq (hemat), loma (dermawan), kencak (terampil)
atau genem (rajin).
Kemajuan Kerajaan Selaparang ini membuat kerajaan Gelgel di
Bali merasa tidak senang. Gelgel yang merasa sebagai pewaris Majapahit,
melakukan serangan ke Kerajaan Selaparang pada tahun 1520, akan tetapi menemui
kegagalan.
Mengambil pelajaran dari serangan yang gagal pada 1520,
Gelgel dengan cerdik memaanfaatkan situasai untuk melakukan infiltrasi dengan
mengirimkan rakyatnya membuka pemukiman dan persawahan di bagian selatan sisi
barat Lombok yang subur. Bahkan disebutkan, Gelgel menempuh strategi baru
dengan mengirim Dangkiang Nirartha untuk memasukkan faham baru berupa
singkretisme Hindu-Islam. Walau tidak lama di Lombok, tetapi ajaran-ajarannya
telah dapat memengaruhi beberapa pemimpin agama Islam yang belum lama memeluk
agama Islam. Namun niat Kerajaan Gelgel untuk menaklukkan Kerajaan Selaparang
terhenti karena secara internal kerajaan Hindu ini juga mengalami stagnasi dan
kelemahan di sana-sini.
Penyebaran Islam di Lombok (abad ke-16)
Ada beberapa versi yang menyebutkan bermulanya penyebaran
Islam di Lombok, salah satunya adalah melalui Bayan, sebelah utara pulau ini.
Selain di Bayan, penyebaran agama Islam juga diyakini berawal dari Pujut dan
Rembitan di Lombok Tengah. Masjid kuno yang terdapat di tempat-tempat tersebut
menjadi salah satu bukti tentang penyebaran Islam dari wilayah itu.
Desa Bayan, Lombok Utara, 80 kilometer arah utara Mataram,
ibu kota Nusa Tenggara Barat, dan keseharian masyarakatnya selama bulan suci
Ramadhan tidaklah berbeda dengan banyak wilayah pedesaan di Indonesia. Dari
tepi jalan lingkar Pulau Lombok, keberadaan bangunan yang telah menjadi situs
purbakala yang dilindungi tersebut tak mencolok, seperti juga rumah-rumah di
desa itu.
Selain di Bayan, masjid kuno juga ada di Gunung Pujut, di
Desa Rembitan dan Masjid Ar Raisiyah, Masjid yang termasuk dalam kawasan Desa
Sekarbela. Meski punya ciri yang sama, situs dan budaya di tempat-tempat itu
memiliki perbedaan yang menjadi tanda Islam masuk Lombok di beberapa tempat
sekaligus. Islam masuk Lombok melalui Jawa, Gowa, dan Bima. Mengenai Bayan,
masuknya dari Jawa.
Masjid Ar Raisiyah, Masjid yang termasuk dalam kawasan Desa Sekarbela ini telah mengalami renovasi beberapa kali. Renovasi yang pertama dilakukan setelah Masjid terbakar akibat peperangan antara masyarakat Sekarbela yang menuntut kematian Tuan Guru Padang Reak dengan penguasa saat itu. Saat itu, bentuk masjid Sekarbela berbentuk empat persegi dengan dinding bedek, atap rumbia, lantai tanah dan yang menjadi ciri khas adalah empat soko guru.
Masjid Ar Raisiyah, Masjid yang termasuk dalam kawasan Desa Sekarbela ini telah mengalami renovasi beberapa kali. Renovasi yang pertama dilakukan setelah Masjid terbakar akibat peperangan antara masyarakat Sekarbela yang menuntut kematian Tuan Guru Padang Reak dengan penguasa saat itu. Saat itu, bentuk masjid Sekarbela berbentuk empat persegi dengan dinding bedek, atap rumbia, lantai tanah dan yang menjadi ciri khas adalah empat soko guru.
Setelah kebakaran, Masjid dibangun kembali oleh TGH Mustafa
dan TGH Moh. Toha. Bentuk Masjid masih sederhana dengan empat soko guru. Dari
peninggalan yang ada yakni sebuah kaligrafi tertulis angka 1350 H. Saat itu
bangunan Masjid sudah lebih baik dari sebelumnya namun masih sederhana.
Kemudian pada tahun 1890 M, atas prakarsa TGH M Rais, masjid direnovasi dengan
memanfaatkan atap dari genteng. Jamaah yang semakin banyak menginspirasikan
penerus selanjutnya, yakni TGH Muktamat Rais anak dari TGH Muhamaad Rais, untuk
membangun kembali Masjid pada tahun 1974 dengan kontruksi beton. Namun
dikarenakan jamaah yang semakin banyak dan kompleknya kegiatan, pada tahun 2001
Masjid direnovasi kembali dengan desain Timur Tengah dan berlantai tiga.
Menurut beberapa catatan, penyebaran agama Islam melalui
Bayan dilakukan oleh Sunan Prapen, keturunan dari salah seorang Wali Songo—
penyebar agama Islam di Ja wa—yakni Sunan Giri. Namun, tak diketahui persis
mengapa Bayan menjadi tujuan pertama Sunan Prapen.
Baca Juga : Sejarah Perkembangan Islam di Konawe Kendari Sulawesi Tenggara
Baca Juga : Sejarah Perkembangan Islam di Konawe Kendari Sulawesi Tenggara
Penyebaran Melalui
Dakwah
Sampailah kemudian Sunan Prapen di Lombok dalam misi
penyebaran agama Islam. Ia dibantu oleh Raden Sumuliya dan Raden Salut. Dengan
kekuatan senjata disebutkan, Sunan Prapen mampu menaklukkan beberapa kerajaan
yang merupakan warisan Majapahit, lalu mengislamkan masyarakatnya.
Satu yang mungkin bisa direka-reka yakni Sunan Prapen
melakukan pelayaran dalam upaya penyebaran Islam ke wilayah timur nusantara
dari Gresik lewat pantai utara Jawa. Dia tidak berlabuh ke Pulau Bali, tapi
langsung ke Bayan. Dari letak geografisnya, Bayan berada di tepi pantai utara
Lombok sehingga sangat mungkin Sunan Prapen melempar sauh di sini. Belakangan,
Sunan Prapen diperkirakan barulah ke Pulau Bali (meski misinya gagal) setelah
dari Sumbawa dan Bima.
“Di setiap pantai, penyebaran itu memang ada. Penyebaran
dilakukan oleh pedagang-pedagang dari Arab dan Jawa. Kebanyakan datangnya dari
Jawa,” kata budayawan setempat, Ahmad JD, kepada Republika, tentang asal muasal
penyebaran Islam di Lombok melalui pantai utara. “Yang monumental adalah
peninggalan kebudayaan tulis dari Jawa. Ini menunjukkan adanya jejak wali dari
Jawa, yakni Sunan Prapen,” lanjutnya.
Anggun Zamzani (2009) dalam penelitiannya mengenai “Sejarah
Masuk dan Berkembangnya Islam di Lombok Abad XVI-XVIII” menemukan bahwa agama
Islam masuk ke Pulau Lombok pada abad XVI melalui misi yang dipimpin oleh Sunan
Prapen, putra Sunan Giri. Mengenai bukti-bukti berkembangnya Islam di Lombok
dapat dilihat dari adanya peninggalan masjid kuno yang ada di Bayan, Lombok
Utara, yang disebut dengan Masjid Bayan Beleq dan masjid kuno yang ada di Pujut
dan Rembitan Lombok Tengah. Selain itu, juga terdapat makam raja-raja Selaparang
yang ada di Lombok Timur.
Selain bukti arkeologi, Anggun juga menemukan bukti lain,
yakni dalam bidang seni sastra, baik itu seni tabuh, seni suara, maupun seni
tulisan. Dalam penelitian ini juga me nun jukkan bahwa agama Islam da pat ber
kembang di Lombok, selain karena peranan para penyebar agama Islam seperti
Sunan Prapen, juga adanya peranan dari rajaraja yang ada di Lom bok sendiri.
Pada perkembang an selanjutnya, agama Islam berkembang di Lombok lebih
diprakarsai oleh adanya Tuan Guru.
Penyebaran agama Islam di Lombok disebutkan juga datang dari
Gowa (Sulawesi Selatan) dan Bima. “Memang ada dua versi mengenai masuknya
penyebaran agama Islam di Pulau Lombok. Versi pertama mengatakan datang dari
Jawa, sementara versi satunya lagi yakni dari Sulawesi atau Makassar,” kata Dr
Akhyar Fadli, dosen dan peneliti sejarah Islam di Lombok dari Institut Agama
Islam Qomarul Huda, Praya, Lombok Tengah. “Juga banyak versi tentang masuknya
abad ke berapa,” tambahnya.
Menurut Akhyar, penyebaran yang datang dari Jawa dibawa oleh
Sunan Pengging (nama lain Sunan Prapen) sekitar abad ke-14. Pada saat itu,
Sunan Prapen bersama para pengikutnya berlabuh di Labuhan Carik, dekat Bayan,
Lombok Utara. “Menurut sejarah yang saya temukan, Sunan Pengging memang pertama
kali menginjakkan kakinya di Bayan untuk menyebarluaskan ajaran Islam,”
jelasnya.
Jejak yang seakan membenarkan mula penyebaran Islam di
Lombok melalui Bayan adalah terbentuknya komunitas/masyarakat adat Islam wetu
telu di sana. Ini adalah komunitas Islam tua yang sampai sekarang masih ada di
Lombok dengan pusatnya di Bayan. Mereka menjalani ajaran Islam dengan tidak
meninggalkan ritual adat leluhurnya.
Selain terbentuknya komunitas wetu telu, menurut Akhyar,
masjid kuno yang sampai sekarang masih berdiri di Bayan adalah bukti lain
mengenai penyebaran Islam oleh Sunan Prapen melalui Bayan. Setelah menemukan
lokasi yang tepat, Sunan Prapen mendirikan masjid di sana sebagai pusat
syiarnya dalam mengislamkan penduduk setempat sebelum menyebar ke seluruh
Lombok.
Dari Bayanlah kemudian penyebaran itu menuju ke sebelah
barat, tengah, serta timur. Jejaknya adalah terdapatnya komunitas wetu telu di
wilayah-wilayah tersebut. Di Lombok Barat, mereka ada di Narmada dan Sekotong.
Di Lombok Tengah, komunitas ini ada di Pegadang, Pujut, dan Rambitan.
Sedangkan, di Lombok Timur tidak begitu banyak.
Tidak banyaknya komunitas wetu telu di Lombok Timur terjawab
dengan versi penyebaran Islam melalui Sulawesi. Penyebaran ini dibawa oleh para
pedagang dan nelayan Sulawesi Selatan melalui Labuhan Kayangan, Lombok Timur
pada abad ke-14. Jejaknya adalah banyaknya komunitas nenek moyangnya berasal
dari Makassar di sepanjang pantai di Lombok Timur. “Mereka lebih dikenal dengan
sebutan Islam Suni. Ada juga yang menyebutnya wetu lima,” kata Akhyar, yang
menulis buku Islam Lokal: Akulturasi Islam di Bumi Sasak pada 2008.
Diperkirakan pengaruh Sunan Prapen di Lombok Timur tidak
besar karena sudah ada penyebar agama Islam dari para pedagang dan nelayan
Makassar tersebut. Diduga, Sunan Pra penatau pengikutnya meninggal kan la dang
dakwah yang sudah dimasuki oleh para pedagang dan nelayan itu. Dalam sejumlah
catatan, Sunan Pra penmemang disebutkan tidak begitu lama menetap di Lombok,
dia kemudian menyerahkan tugas penyebar an Islam di pulau ini kepada dua orang
kepercayaannya, Raden Sumu liya dan Raden Salut. Setelah itu, Sunan Pra pen
menuju Pulau Sum bawa dan Bima.
Namun, Akhyar punya analisis tersendiri. Ada yang bilang dia
ke Sumbawa, ada juga yang bilang dia kembali ke Jawa. Setelah saya lacak yang
di Pulau Sumbawa ini banyak jejak kerajaan dari Makassar. Menurut saya, Sunan
Prapen langsung kembali ke Jawa, tidak berlayar ke Sumbawa, ujarnya.
Setelah lima abad, Lombok dan Sum bawa yang kemudian menjadi
Nusa Tenggara Barat mayoritas pendu duk nya adalah Islam. Dari sekitar 4,4 juta
jiwa penduduknya, sekarang ini 80 persen adalah pemeluk Islam. Sisanya adalah
Hindu, Budha, dan Kristen. Tentu saja Sunan Prapen, para muridnya, serta para
pedagang Arab dan Makassar perannya dalam penyebaran Islam di kedua pulau ini
tak bisa diabaikan.
Sebelum Islam masuk ke Lombok (juga Sumbawa), masyarakatnya
adalah penganut kepercayaan pada animisme, dinamisme, dan Hindu. Masuknya agama
Hindu di Lombok diyakini merupakan jejak dari kehadiran imperium Majapahit di
pulau ini pada pertengahan abad ke-14.
Mengenai masuknya Islam di Lombok, beberapa catatan yang
mengutip Babad Lombok menyebutkan, proses penyebaran agama Islam ini adalah
usaha keras dari Raden Paku atau Sunan Giri dari Gresik yang memerintahkan
raja-raja di Jawa Timur untuk menyebarkan Islam ke seluruh nusantara.
Baca Juga : Sejarah Perkembangan Islam di Kepulauan Bangka Belitung
Baca Juga : Sejarah Perkembangan Islam di Kepulauan Bangka Belitung
MASUKNYA ISLAM KE
BIMA
Mbojo (Bima) terletak di pulau Sumbawa bagian ujung timur , Indonesia. Daerah Bima sekarang terdiri dari Kota Bima dan Kab.Bima setelah terjadi pemekaran wilayah, kedua wilayah ini memiliki peninggalan budaya Mbojo, rumah adat (Arsitektur lokal) berupa UMA LEME atau biasa disebut UMA LENGGE oleh masyrakat setempat yang terletak didesa Padende- Donggo – kabupaten Bima, sedangkan pada kota Bima terdapat Istana Kesultanan Bima (ASI MBOJO) sebagai pusat pemerintahan kerajaan bima dulunya dan sekarang menjadi museum.
Mbojo (Bima) terletak di pulau Sumbawa bagian ujung timur , Indonesia. Daerah Bima sekarang terdiri dari Kota Bima dan Kab.Bima setelah terjadi pemekaran wilayah, kedua wilayah ini memiliki peninggalan budaya Mbojo, rumah adat (Arsitektur lokal) berupa UMA LEME atau biasa disebut UMA LENGGE oleh masyrakat setempat yang terletak didesa Padende- Donggo – kabupaten Bima, sedangkan pada kota Bima terdapat Istana Kesultanan Bima (ASI MBOJO) sebagai pusat pemerintahan kerajaan bima dulunya dan sekarang menjadi museum.
Islam masuk ke Bima pada hari Kamis tanggal 5 Juli 1640 M,
atau bertepatan dengan tanggal 15 Rabiul Awal 1050 H. Islam pertama kali dibawa
ke Bima oleh dua orang datuk keturunan bangsawan Melayu dari Kerajaan
Pagaruyung yang sekarang masuk wilayah Kecamatan Tanjung Emas Kabupaten Tanah
Datar Sumatra Barat. Dua datuk yang juga berprofesi sebagai saudagar tersebut
bernama Datuk Dibanda dan Datuk Ditiro. Sebagian literatur menyebut keduanya
dengan nama Datuk ri Bandang dan Datuk ri Tiro.
Namun sejak tahun 1950-an saat peralihan pemerintahan dari Kesultanan menjadi Pemerintahan Swapraja, kegiatan ini terhenti dan tidak mampu sepenuhnya dihidupkan kembali. Tapi melihat kemauan dan masih tersisanya keluarga kerjaan di bima maka proses adat ini masih bisa terlaksana dari tahun 1980-an, 1990-an sampai saat ini masih ada kayaknya (soalnya saya ikut hanya 2003 lalu). Acara Ua Pua ini sendiri selain untuk memperingati hari kelahiran nabi muhammad saw, juga masih merupakan bentuk penghormatan Sultan Abdul Kahir Ma Ntau Bata Wadu (sultan Kerajaan Bima pertama) menganugerahkan sebidang tanah yang cukup luas kepada keduanya (Sebagai penghormatan atas jasa Datuk Dibanda dan Datuk Ditiro dalam pengusiran ). Kelak, tanah pemberian Sultan Bima ini dijadikan sebagai tempat tinggal kerabat dan keluarga mereka. Seiring dengan perkembangan masyarakat, penghuni kampung tersebut kian bertambah ramai. Dan, akhirnya perkampungan tersebut diberi nama Kampung Melayu yang hingga saat ini masih ada di bima dan sekarang masuk kota bima (kalau kampung ini dekat dengan kampung sarae.
Bima merupakan salah satu Kerajaan islam tersohor di Indonesia bagian Timur. Kesohorannya hingga pernah berstatus swapraja selama kurun waktu 5-6 tahun dan hingga kini masih didapati bukti dan peninggalannya. Beragam tradisi dan budaya terlahir dan masih dipertahankan rakyatnya. Salah satu yang hingga kini masih kekal bahkan terwarisi adalah budaya rimpu, sebuah identitas kemusliman yang hingga kini nyaris kehilangan makna. Rimpu merupakan busana adat harian tradisional yang berkembang pada masa kesultanan, sebagai identitas bagi wanita muslim di Bima. Rimpu mulai populer sejak berdirinya Negara Islam di Bima pada 15 Rabiul awal 1050 H bertepatan dengan 5 Juli 1640.
Masuknya rimpu ke Bima amat kental dengan masuknya Islam ke Kabupaten bermotokan Maja Labo Dahu ini. Pedagang Islam yang datang ke Bima terutama wanita Arab menjadi ispirasi kuat bagi wanita Bima untuk mengidentikkan pakaian mereka dengan menggunakan rimpu.
Sebuah masjid tertua di Bima hingga kini masih bediri di
Kelurahan Melayu Kecamatan Asakota, Kota Bima. Hanya saja, kondisi cagar budaya
itu tak terurus dan hanya berfungsi sebagai Tempat Pendidikan Qur’an (TPQ) oleh
warga setempat. Bahkan sejumlah benda bernilai sejarah tinggi raib. Pantauan
Suara NTB, mesjid yang seluruh bangunannya terbuat dari kayu dan beratap seng
itu masih berdiri kokoh diantara rumah penduduk. Konon masjid itu dibangun dua
utusan Sultan Goa Sulawesi Selatan untuk mensyi’arkan Agama Islam di Bima.
Ua Pua sebuah tradisi Islam yang menggugah, penuh makna,
menggagukan nilai-nilai islam. “Islam sebagai agama Rahmatan lilalami”,
demikian dikatakan Hj. Siti Mariyam saat menyampaikan sambutan sebagai Ketua
majelis Adat Sara Dana Mbojo, di Asi Mbojo (27/02). “Perayaan Hanta U’a Pua
tidak hanya sekedar prosesi biasa, tetapii Hanta U’a Pua mengandung sebuah
janji yang disimbolisasikan dengan siri puan yang dihantarkan oleh Penghulu
melayu kepada Sultan Bima kala itu. “ bahwa setiap pembesar Dana Mbojo dari
Sultan, Turelli, Jeneli dan Gelarang harus berpegang teguh ajaran Islam dengan
benar dan sungguh-sungguh”. Itulah perkataan yang tertulis dalam naskah-naskah
lama.
Referensi:
http://id.wikipedia.org/wiki/Nusa_Tenggara_Barat
http://destriska.blogspot.com/2012/09/sejarah-perkembangan-islam-di-lombok.html
http://salas-download.blogspot.com/2010/07/sejarah-masuk-nya-islam-di-ntb.html
sumber foto :
http://shahibul1628.wordpress.com/2011/11/14/kerajaan-selaparang-lombok/
http://efenerr.wordpress.com/2012/01/02/bayan/
0 Response to "Sejarah Perkembangan Islam di Nusa Tenggara Barat"
Post a Comment
Tinggalkan Komentar Anda