Sejarah Perkembangan Islam di Mandar - Sulawesi Barat
Menilik sejarah perkembangan islam di tanah Mandar Sulawesi
Barat. Menurut beberapa sumber masuknya islam di tanah mandar pada masa abad
ke-16 dan abad ke-17. Pada masa itu terdapat 2 kerajaan besar yaitu kerajaan
Balanipa dan Kerajaan Binuang. Berikut penjelasan singkat dua kerajaan
tersebut.
Kerajaan ini terletak di Kabupaten Polman, Sulawesi Barat. Kerajaan ini adalah
kerajaan yang terbesar yang ada di Tanah Mandar, yang mempunyai pengaruh yang
sangat besar di Tanah Mandar. Dan sistem pemerintahan di Balanipa pada saat itu
dilakukan secara turun temurun atau dari genersi ke generasi.
Perkembangan agama Islam pada masa kepemimpinan Raja ke-4 (empat), memanfaatkan pemerintahannya untuk mengembangkan agama islam, dengan ditandai dengan berdirinya sebuah tempat ibadah (mesjid) yang pada awal mulahnya dikenal Langgar (yang dikenal di Sumatra dengan kata surau) dimana digunakan sebagai tempat mengajar ajaran agama Islam. Masjid yang pertama di Tanah Mandar terletak di Pallis atau yang dikenal saat ini sebagai Desa Lembang dan masjid yang kedua didirikan di Desa Tangga – taangga Kecamatan Tinambung, yang sekarang lebih dikenal sebagai masjid Raja.
Masjid kedua ini berdiri hasil dari perpindahan mesjid pertama dengan membawa empat tiang dan meninggalkan/menyisahkan kepala mesjid yang dalam bahasa daerah disebut Coppo’ masigi.
Perkembangan agama Islam pada masa kepemimpinan Raja ke-4 (empat), memanfaatkan pemerintahannya untuk mengembangkan agama islam, dengan ditandai dengan berdirinya sebuah tempat ibadah (mesjid) yang pada awal mulahnya dikenal Langgar (yang dikenal di Sumatra dengan kata surau) dimana digunakan sebagai tempat mengajar ajaran agama Islam. Masjid yang pertama di Tanah Mandar terletak di Pallis atau yang dikenal saat ini sebagai Desa Lembang dan masjid yang kedua didirikan di Desa Tangga – taangga Kecamatan Tinambung, yang sekarang lebih dikenal sebagai masjid Raja.
Masjid kedua ini berdiri hasil dari perpindahan mesjid pertama dengan membawa empat tiang dan meninggalkan/menyisahkan kepala mesjid yang dalam bahasa daerah disebut Coppo’ masigi.
Sebelum Islam masuk, masyarakat Mandar menganut kepercayaan
animisme yang banyak di pengaruhi oleh agama Budha dan Hindu dalam melakukan
praktek-praktek penyembahan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dan dalam penyelesaian
perselisihan atau sengketa di Tanah Mandar, kerajaan Balanipa memiliki 2 (dua)
lembaga hukum yaitu:
1. Lembaga
1(Balanipa)
Dimana bala bararti sebuah kandang dan nipa adalah sejenis tumbuh-tumbuhan yang dijadikan bahan dalam pembuatan kandang tempat pertaruangan duel tikam menikam tersebut (berkelahi dalam kandang sampai salah satunya tewas, dan tewas dinyatakan bersalah sedangkan yang hidup dinyatakan benar).
Dimana bala bararti sebuah kandang dan nipa adalah sejenis tumbuh-tumbuhan yang dijadikan bahan dalam pembuatan kandang tempat pertaruangan duel tikam menikam tersebut (berkelahi dalam kandang sampai salah satunya tewas, dan tewas dinyatakan bersalah sedangkan yang hidup dinyatakan benar).
2. Lembaga II
(merendam tangan di air mendidih)
Yaitu mereka yang bersengketa merendam tangan di air mendidih (siapa yang lebih dahulu mengangkat tangannya maka ia lah yang bersalah).
Secara psikologis, 2 (dua) lembaga peradilan tersebut adalah untuk mempermudah penetapan hukum. Namun setelah Islam masuk dan diterima baik oleh masyarakat, khususnya pihak Kerajaan. Hukum yang dijalankan pada masa itu berangsur-angsur berubah dengan aturan-aturan yang ada di ajaran Islam.
Yaitu mereka yang bersengketa merendam tangan di air mendidih (siapa yang lebih dahulu mengangkat tangannya maka ia lah yang bersalah).
Secara psikologis, 2 (dua) lembaga peradilan tersebut adalah untuk mempermudah penetapan hukum. Namun setelah Islam masuk dan diterima baik oleh masyarakat, khususnya pihak Kerajaan. Hukum yang dijalankan pada masa itu berangsur-angsur berubah dengan aturan-aturan yang ada di ajaran Islam.
Kerajaan Binuang
Kerajaan ini terletak di kabupaten Polman, sulawesi barat atau yang dekat dengan perbatasan Sul – Sel . Kerajaan ini adalah kerajaan yang nomor 2 terbesar yang ada di Mandar, yang mempunyai kerjasama dengan Kerajaan Balanipa, baik dalam perekonomian, budaya, dan lain – lain. Dan sistem pemerintahan di Binuang pada saat itu dilakukan secara turun temurun atau dari genersi ke generasi.
Dikerajaan Binuang adalah tempat dimana wafatnya Syaek Bil Ma’ruf (Kamaluddin rahim). Pada waktu itu makam beliau dijadikan tempat ziarah para umat muslim. Ketika pada abad 18 masehi, yang berkuasa di Goa (Sul – Sel) adalah islam Muhammadia. Islam Muhammadia ini tidak sepakat makam Kamaluddin Rahim (Tosalama’ Binuang) dijadikan tempat siarah. Lalu dia mengambil tindakan untuk menghancurkan makam tersebut, dengan membuang batu – batu nisannya ke laut. Setelah selesai dibuang batu nisan itu kembali posisi semula. Jadi makam itu tidak diganggu lagi hingga saat ini.
Kerajaan ini terletak di kabupaten Polman, sulawesi barat atau yang dekat dengan perbatasan Sul – Sel . Kerajaan ini adalah kerajaan yang nomor 2 terbesar yang ada di Mandar, yang mempunyai kerjasama dengan Kerajaan Balanipa, baik dalam perekonomian, budaya, dan lain – lain. Dan sistem pemerintahan di Binuang pada saat itu dilakukan secara turun temurun atau dari genersi ke generasi.
Dikerajaan Binuang adalah tempat dimana wafatnya Syaek Bil Ma’ruf (Kamaluddin rahim). Pada waktu itu makam beliau dijadikan tempat ziarah para umat muslim. Ketika pada abad 18 masehi, yang berkuasa di Goa (Sul – Sel) adalah islam Muhammadia. Islam Muhammadia ini tidak sepakat makam Kamaluddin Rahim (Tosalama’ Binuang) dijadikan tempat siarah. Lalu dia mengambil tindakan untuk menghancurkan makam tersebut, dengan membuang batu – batu nisannya ke laut. Setelah selesai dibuang batu nisan itu kembali posisi semula. Jadi makam itu tidak diganggu lagi hingga saat ini.
Setelah melihat sejarah kerajaan besar yang ada di Mandar,
selanjutnya kita akan melihat beberapa pendapat yang menjelaskan tentang
sejarah perkembangan islam di mandar. Berikut beberapa pendapat mengenai
masuknya islam di sulawesi barat.
1. Pendapat Abdullah
( Toko adat Balanipa )
Abad ke-17 merupakan awal agama Islam masuk ke tanah Mandar
di daerah Toma’ngalle (Toma’ngalle itu nama pada abad 17 dan sekarang
diberi nama tammangalle), pada masa itu pemerintahan di Wilayah Tanah Mandar berbentuk
kerajaan. Kerajaan besar di Tanah Mandar pada masa itu yaitu kerajaan Binuang
dan Kerajaan Balanipa. Awal penyebaran agama Islam di mulai dari daerah Kerajaan
Binuang, yang disebarkan oleh seorang musafir bangsa arab yang bernama
Kamaruddin Rahim.
Awal mula beliau menyebarkan agama islam yaitu ketika beliau
melakukan shalat 5 ( lima ) waktu diatas batu yang berbentuk kasur dan dilihat
oleh warga sekitar. Kejadian tersebut kemudian dilaporkan kepada raja Balanipa,
sehingga beliau dijemput dan dibawa ke Kerajaan Balanipa. Arayang pada
saat itu adalah Daetta’ Tummuanae (Raja ke-IV Kerajaan Balanipa). Ketika berada
di wilayah Kerajaan Balanipa Beliau memutuskan untuk memilih tempat pedalaman
agar lebih mudah untuk menyebarkan agama islam tepatnya di daerah Pallis. Dan hasilnya
yang pertama masuk islam pada saat itu adalah raja Pallis ( kannasunan ).
2. Pendapat Pundi
(Tokoh Masyarakat Daerah Lambanan)
Agama Islam mulanya dibawa oleh seorang berbangsa Arab
bernama Kapar pada abad ke-17. Beliau menyebarkan agama islam di tanah mandar
bersama dengan Yusuf dengan julukan To Salama yang berasal dari daerah Gowa. Ketika
itu perayaan hari besar Islam di Balanipa tidak akan terlaksana apabila Yusuf
tidak ada. Hal ini dikarenakan saat itu Yusuf bertindak sebagai khatib di
Balanipa dan Beliaulah yang mengajarkan tentang tata cara sebagai khatib. Namun
setelah beliau kembali ke Goa, Beliau digantikan oleh muridnya yaitu Sopu Gus
Diris yang dikuatkan dengan diberikannya sebuah SK sebagai bukti pelimpahan
wewenang sebagai khatib tanggal 5 Januari 1952 di Madjene.
Kapar (To Salama di Binuang) menyebarkan agama islam di
Balanipa pada masa kepemimpinan Raja ke-IV, Tomatindo di Burio yang merupakan
keturunan dari Torilaling (raja pertama). Islam berkembang luas di daerah
Balanipa dikarenakan oleh adanya dukungan penuh dari raja yang berkuasa. Penyebaran
agama Islam pada masa itu terjadi secara berangsur-angsur dikarenakan sebuah
kepercayaan baru yang datang pada suatu wilayah tentunya tidak akan langsung
dapat diterima begitu saja.
3. Pendapat Arifin
(Penjaga Makam Syaeh Bil Ma’ruf)
Islam masuk ke Tanah Mandar pada Abad ke-17 dibawa oleh Rahim Kamaruddin (Syaek Bil Ma’ruf), yang berasal bangsa Arab, Beliau tiba di Kerajaan Binuang dengan satu tujuan menyebarkan Islam di Tanah Mandar. Ketika Beliau melaksanakan shalat, ada penduduk yang melihat, dan langsung melaporkan kejadian tersebut kepada Raja. Rajapun menemui Syeik Bil Ma’ruf untuk menanyakan siapa, dari mana, dan tujuan beliau datang ke Binuang. Kemudian Syeik Bil Ma’ruf menjelaskan maksud dan tujuannya yaitu menyebarkan Agama Islam. Awalnya Raja tidak percaya dan meminta bukti-bukti.
Beberapa bukti yang beliau perlihatkan diantaranya :
1. Berjalan di atas air
2. Memegang bara api
3. Shalat di atas daun pisang
4. Berjalan di atas pohon kelapa
Setelah melihat bukti-bukti tersebut, Raja percaya dan memeluk agama Islam, kemudian diikuti oleh para pejabat dan seluruh masyarakat.
Islam masuk ke Tanah Mandar pada Abad ke-17 dibawa oleh Rahim Kamaruddin (Syaek Bil Ma’ruf), yang berasal bangsa Arab, Beliau tiba di Kerajaan Binuang dengan satu tujuan menyebarkan Islam di Tanah Mandar. Ketika Beliau melaksanakan shalat, ada penduduk yang melihat, dan langsung melaporkan kejadian tersebut kepada Raja. Rajapun menemui Syeik Bil Ma’ruf untuk menanyakan siapa, dari mana, dan tujuan beliau datang ke Binuang. Kemudian Syeik Bil Ma’ruf menjelaskan maksud dan tujuannya yaitu menyebarkan Agama Islam. Awalnya Raja tidak percaya dan meminta bukti-bukti.
Beberapa bukti yang beliau perlihatkan diantaranya :
1. Berjalan di atas air
2. Memegang bara api
3. Shalat di atas daun pisang
4. Berjalan di atas pohon kelapa
Setelah melihat bukti-bukti tersebut, Raja percaya dan memeluk agama Islam, kemudian diikuti oleh para pejabat dan seluruh masyarakat.
Pendapat ini sangat mirip dengan pendapat yang dikemukakan
oleh Abdullah ( Tokoh adat Balanipa )
4. Menurut Lontara
Balanipa
Masuknya Islam di Mandar dipelopori oleh Abdurrahim
Kamaluddin yang juga dikenal sebagai Tosalamaq Dibinuang. Ia mendarat di pantai
Tammangalle Balanipa. Orang pertama ialah Kanne Cunang Maraqdia ‘Raja’ Pallis,
kemudian Kakanna I Pattang Daetta Tommuane, Raja Balanipa ke-4.
5. Menurut Lontara
Gowa
Masuknya Islam di Mandar dibawa oleh Tuanta Syekh Yusuf
(Tuanta Salamaka).
6. Menurut salah
sebuah surat dari Mekah
Masuknya Islam di Sulawesi (Mandar) dibawa oleh Sayid Al
Adiy bergelar Guru Ga’de berasal dari Arab keturunan Malik Ibrahim dari Jawa.
Pendapat yang menurut Lontara Gowa diatas secara tidak
langsung ditolak oleh Dr. Abu Hamid yang dalam penelitiannya (diterbitkan oleh
Yayasan Obor, Jakarta) menyimpulkan bahwa Syekh Yusuf Tuanta Salamaka tidak
pernah kembali ke Sulawesi Selatan sejak kepergiannya ke Pulau Jawa sampai
dibuang ke Kolombo Srilanka, kemudian ke Afrika Selatan dan meninggal di sana.
Diperkirakan agama Islam masuk ke daerah Mandar berlangsung dalam abad-16.
Tersebutlah para pelopor membawa dan menyebarkan Islam di Mandar yaitu Syekh
Abdul Mannan Tosalamaq Disalabose, Sayid Al Adiy, Abdurrahim Kamaluddin,
Kapuang Jawa dan Sayid Zakariah. Masuknya Islam di daerah ini dengan cara damai
melalui raja-raja.
Syekh Abdul Mannan bergelar To Salamaq di Salabose. Pembawa
dan pengajur Islam yang pertama masuk di wilayah Kerajaan Banggae, diperkirakan
pada abad ke-16. Pada masa itu yang menjadi Raja Banggae ialah Tomatindo di
Masigi (gelar yang diberikan kepadanya setelah meninggal dunia), putra Daetta
Melattoq Maraqdia Banggae-Putri Tomakakaq/Maraqdia Totoli. Membangun dan
menjadi imam yang pertama Masjid Sallabose, Banggae. Makamnya terletak di arah
utara, 500 meter dari Mesjid tersebut. Sayid Al Adiy dimakamkan di Lambanan,
Kec. Balanipa, Kab. Polman, dianggap keramat, selalu diziarahi orang. Mempunyai
silsilah yang lengkap sampai tujuh generasi/lapis. Turunannya berperawakan
mirip Arab. Abdurrahim Kamaluddin adalah penganjur Islam di kerajaan Balanipa
Mandar. Ada juga yang mengatakan bahwa dialah kemudian bergelar Tosalamaq Tuan
di Binuang. Sedangkan Sayid Zakariyah dimakamkan di Somba Kec. Sendana, Kab.
Majene. Bersama Raden Suryodilogo (ada juga yang menulis Raden Surya Adilogo)
Kapuang Jawa yang berlayar dari Tanah Jawa langsung ke Pelabuhan Pamboang.
Islam masuk di kerajaan Pamboang, dibawa oleh Saiyid
Zakariyah, di awal abad ke-17. Sayid (Syekh) Zakariyah bergelar Puang Disomba
berasal dari Magribi jazirah Arab. Raja Pamboang masa itu, Isalarang Idaeng
Mallari bergelar Tomatindo Diagamana. Kawin dengan Puatta Boqdi putri Raja
Pamboang. Dia dan rombongannya dari Pulau Jawa dengan perahu, mendarat di
Pamboang. Raja Pamboang, permaisuri dan seluruh warga istana semuanya masuk
Islam. Sesudah meninggal Raja Pamboang itu bergelar Tomatindo Diagamana ‘Orang
Tidur di Agamanya’ maksudnya ‘Yang Meninggal Dalam Memeluk Agama Islam’.
Permaisurinya bergelar Tomecipo’ (Orang yang Bertelekung).
Masuk dan berkembangnya agama Islam di daerah Pitu Ulunna
Salu, diperkirakan terjadi antara 1630-1700 di Aralle, Mambi, Salurindu dan
Rantebulahan. Mula pertama agama dibawa oleh penduduk setempat yang pergi ke
daerah Balanipa mencari garam, kelapa, minyak kelapa, dan alat-alat pertanian.
Sekembalinya, membawa Kitab Suci Al Quran. Juga memakai kopiah beledru hitam
yang disebut songkoq Araq (kopiah model Arab). Suatu waktu Indona Aralle dan
Indona Rantebulahan (Deppataji) mengajak Indona Tabulahan (Dettumanan) dan
Indona Bambang (Puaq Tammi) mempelajari dan masuk agama Islam. Ajakan itu
berhasil baik. Sehingga disitulah berawal fakta bahwa agama Islam adalah agama
yang mayoritas di daerah Sulawesi Barat.
Di kerajaan Binuang setelah Islam diterima, Kamaruddin Rahim
(Syaek Bil Ma’ruf) memutuskan untuk melanjutkan perjalanan untuk menyebarkan
agama Islam, diantaranya Majene dan Mamuju. Dalam perjalanan (berlayar), Beliau
mendapatkan hambatan dilaut yaitu salah arah menuju ke Balanipa. sehingga
beliau memberi nama tempat itu Salahbose’. Dan pada saat itu pula beliau
memutuskan untuk singgah di Balanipa, diwilayah Toma’ngalle (Toma’ngalle itu
nama pada abad 17 dan sekarang diberi nama tammangalle ) untuk menyebarkan
agama Islam.
Sedangkan ketika beliau melakukan syiar Islam di Balanipa
beliau tidak langsung mengajarkan Islam pada inti pokoknya yaitu mengenai tata
cara shalat. Melainkan dengan menjelaskan tahap awal, mulai dari tata cara
membersihkan diri, lalu berwhudu, kemudian tata cara shalat. Pada masa
penyebaran Islam di Balanipa tidak begitu mendapat hambatan karena prilaku
masyarakat setempat sudah mencerminkan perilaku Islam, Selain itu juga
Kamaruddin Rahim memang berperilaku baik dan sopan saat berkunjung dan
bersilaturahmi sehingga langsung diterima oleh masyarakat setempat.
Proses penyebaran Islam banyak dilakukan dengan cara
mengislamkan kebiasaan-kebiasaan daaerah setempat contohnya tradisi Sayyang
Patu’du yaitu kuda yang menari, pertama kali digunakan oleh Raja dan dijadikan
daya tarik untuk masyarakat khususnya anak-anak untuk mempelajari agama Islam
terutama dalam mempelajari Al-Qur’an.
Setelah Islam menyebar di Balanipa, Beliau kembali ke
Binuang dengan alasan karena tugas beliau telah selesai, dan setelah beberapa
hari kemudian beliau wafat. Sebelum beliau dimakamkan terjadi peristiwa hujan
lebat selama tiga hari tiga malam. Saat itu kalangan kerajaan sangat pusing
memikirkan letak pemakaman Syaek Bil Ma’ruf. Banyak yang mengusulkan tempat
pemakaman beliau, tetapi setelah disebutkan salah satu tempat yaitu daerah
Ammasangan hujan seketika berhenti. Kemudian Raja memutuskan untuk memakamkan
jasad to Salama di Ammasangan yang sekarang bernama Pulau Salama.
Jejak Peradaban Islam
di Mandar
Masjid Salabose merupakan jejak peradaban islam di Mandar yang
dibangun pada abad ke-16 di Majene, Sulawesi Barat, hingga kini masih berdiri
kokoh. Masjid di atas area seluas satu hektar ini dibangun oleh tokoh penyebar
agama Islam di Majene, Syeh Abdul Mannan, bersama para pengikutnya. Masjid ini
kini menjadi jejak sejarah peradaban Islam di tanah Mandar.
Masjid tersebut berada di puncak Bukit Salabose, Kelurahan
Pangali-Ali, Kecamatan Banggae, Kabupaten Majene, Provinsi Sulawesi Barat. Di
dalam masjid itu pun disimpan Al Quran tertua yang ditulis tangan dengan tinta
dari pohon kayu.
Berdasarkan catatan sejarah, di tempat inilah Syeh Abdul
Mannan mulai menyebarkan Islam di Sulawesi. Sebelumnya, warga hidup dengan
kepercayaan animisme. Meski beberapa bagian masjid ini telah direnovasi karena
lapuk dimakan usia, sejumlah ornamen penting lainnya, seperti kubah dan dinding
yang terbuat dari batu yang konon direkatkan dengan telur, hingga kini masih
tampak kokoh dan utuh. Dinding kubah, misalnya, hingga kini masih tetap
dipertahankan oleh masyarakat setempat. Tidak jauh dari masjid salabose kurang lebih 300 meter sebelah barat daya terdapat makam Syeh Abdul Mannan.
Referensi :
http://indahnyasulawesibarat.blogspot.com/2012/10/sejarah-islam-di-tanah-mandar.html
http://budayamanda.blogspot.com/
0 Response to "Sejarah Perkembangan Islam di Mandar - Sulawesi Barat"
Post a Comment
Tinggalkan Komentar Anda